PRABOWO, HAK PREROGATIF & PEMBENTUKAN KABINET Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial, Politik & Hukum)

 "Keberhasilan seorang pemimpin bukan ditentukan oleh banyaknya jabatan yang dipegang, tetapi berdasarkan kebijakan yang dijalankan." Anonim

    Dimulai 1 (satu) minggu sebelum jadwal pelantikan sebagai Presiden RI 2024 - 2029 pada 20 Oktober 2024 mendatang, Presiden terpilih Prabowo Subianto "Gercep" alias Gerak Cepat memanggil satu persatu calon Menteri dan Wakil Menteri yang akan mengisi Kabinetnya.

    Berdasarkan info resmi, ada 49 orang calon Menteri dan 54 orang calon Wakil Menteri sudah dipanggil Prabowo ke Hambalang. Para Calon Pejabat tinggi negara itu  diberikan pembekalan selama 2 hari sebagai bagian dari program orientasi dan persiapan menjadi anggota Kabinet. Tentu saja model pembekalan ini bagus, karena para calon Menteri dan Wamen tersebut diarahkan agar satu visi, misi dan persepsi terkait dengan rencana kerja Presiden dan Wapres 2024 - 2029 dalam melaksanakan tugas dan mengemban amanah rakyat. 

    Tak tanggung-tanggung, mayoritas Narasumber dalam agenda pembekalan tersebut diundang tokoh2 kelas dunia yang menguasai bidangnya masing2. Jika melihat skenario persiapan ini, kita layak acungkan jempol kepada Prabowo, karena beliau memiliki komitmen tinggi untuk membentuk sebuah Team Kerja Kabinet yang "Well prepared" dan antisipatif menghadapi geopolitik dan tantangan global yang makin ketat.

    Namun, apakah dengan begitu banyaknya jumlah Menteri dan Wakil Menteri dalam Kabinet Prabowo - Gibran akan memberikan dampak positif terhadap berjalan dan suksesnya program2 kerja atau malah justru menjadi beban, hambatan dan membuat makin rumit eksekusi program Pemerintah Prabowo - Gibran 2024 - 2029?

HAK PREROGATIF YANG KEBABLASAN

    Berdasarkan UUD 1945 amandemen ke 4, Presiden RI memang memiliki kewenangan penuh dalam membentuk kabinet yang dalam hukum tata-negara disebut sebagai Hak Prerogatif.

    Hak prerogatif Presiden merupakan hasil dari kecenderungan menganut prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dan didasarkan pada isi UUD 1945 yang memungkinkan pemerintah untuk memperluas cakupan tugasnya di Indonesia, termasuk dalam bidang pemerintahan, legislasi dan yudikatif.

    Menurut Pakar Hukum Tata-Negara Prof. Jimly Asshiddiqie, hak prerogatif adalah konsekuensi logis dari kedudukan presiden sebagai kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of government) dalam sistem presidensial. 

    Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, presiden memerlukan keleluasaan untuk mengambil kebijakan strategis demi kepentingan negara. Namun perlu dipahami bahwa hak prerogatif presiden bukanlah kewenangan yang bersifat mutlak atau tidak terbatas. 

    Dalam negara hukum yang demokratis, pelaksanaan hak prerogatif tetap harus mengacu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, mekanisme checks and balances oleh lembaga negara lain juga menjadi batasan agar hak prerogatif tidak disalahgunakan.

    Dalam rangka penyusunan kabinet setelah terpilih sebagai Presiden secara demokratis, Presiden memiliki hak prerogatif yang memiliki landasan hukum jelas dan tegas, yakni sebagaimana disebut dalam Pasal-Pasal berikut dalam UUD 1945:

1. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945:

"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."

Pasal ini menjadi dasar utama kewenangan presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi. Kekuasaan pemerintahan ini mencakup berbagai aspek termasuk kewenangan untuk mengambil kebijakan strategis.

2. Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 : "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara."

3. Pasal 17 ayat (2) UUD 1945: "Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden."

Pasal-Pasal diatas secara spesifik mengatur kewenangan presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri. 

Inilah yang menjadi dasar hukum utama hak prerogatif presiden dalam menentukan susunan kabinet.

Sanjutnya Pasal 10 UUD 1945:

"Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara."

Pasal ini menegaskan posisi presiden sebagai Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata, yang juga merupakan bentuk hak prerogatif.

    Kembali kepada hak prerogatif Presiden terpilih Prabowo dalam pembentukan kabinetnya yang terlihat "gemuk", terkesan politik akomodatif atas semua kelompok politik yang mendukungnya serta masih banyaknya wajah2 lama era kabinet Jokowi. Hal ini tentu saja menjadi tanda tanya besar, apakah Presiden telah kebablasan dalam menggunakan "hak istimewa" tersebut demi kepentingan kekuasaan jangka panjang? 

    Sah2 saja Presiden membentuk kabinet dengan segala hak dan kewenangan yang diatur konstitusi, namun dengan melihat jumlah Menteri dan Wakil Menteri yang begitu banyak (lebih dari seratus) orang, terkesan sekali bukan untuk mewujudkan cita2 kampanye dan program kerja yang memajukan negeri serta mensejahterakan segenap rakyat. Justru janji2 Presiden terpilih Prabowo untuk membentuk "Zakeen Cabinet" malah tak terlihat sebagaimana yang diharapkan. 

    Dengan jumlah Menteri dan Wakil Menteri yang "obesitas", malah berpotensi mengganggu kelincahan dan fleksibilitas dalam melakukan eksekusi program2 kerja secara cepat dan praktis. 

    Apalagi jika dikaitkan dengan pembiayaan jangka panjang, tentu dengan jumlah anggota kabinet "gemuk" tersebut akan menyedot dan menggerogoti banyak anggaran negara yang bisa mengakibatkan inefisiensi. 

    Belum lagi jika dengan banyaknya kementerian, akan membuat efektifitas implementasi kebijakan menjadi lebih birokratis dan harus melalui jalur lintas sektoral antar kementerian yang butuh waktu lama dalam eksekusi di lapangan.

    Sepertinya Pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum bisa lepas total dari pengaruh dan kepentingan rezim lama Presiden Joko Widodo. Hal ini tak bisa dibantah, karena keberhasilan Prabowo-Gibran dalam meraih suara pemenang Presiden - Wakil Presiden 2024 - 2029 tak bisa dilepaskan dari kontribusi nyata dan dukungan total Presiden Jokowi dalam hal strategi, jaringan bahkan pendanaan dalam bentuk bansos yang kontroversial tersebut.

    Pemerintahan Prabowo-Gibran baru akan memulai aktifitas pengabdiannya untuk rakyat, bangsa dan negara setelah pelantikan 20 Oktober 2024. Walaupun "nasi telah menjadi bubur" dalam pembentukan kabinet "super besar" tersebut, tentu kita masih berharap agar "mesin" Pemerintahan Prabowo-Gibran bisa Gaspoll dengan segala kelebihan dan krkurangannya. 

    Masih banyak waktu untuk Prabowo-Gibran dan Team Kabinetnya untuk mempersiapkan diri secara mental, moral dan material dalam mengeksekusi program2 kerja kabinet 5 tahun kedepan. 

    Tunjukkan dengan jumlah Anggota Kabinet yang "obesitas" tersebut, justru memberikan dampak2 positif yang membuat rakyat malah memberikan apresiasi tinggi. 

    Selamat Bertugas dan Mengabdi kepada Prabowo-Gibran dan Team Kabinetnya terhitung mulai 20 Oktober 2024. Segenap rakyat Indonesia menanti Janji2 kampanye dan menunggu bukti2 nyata yang memberikan dampak besar terhadap kehidupan, kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara tercinta Indonesia kedepan!

Bekasi, 18 Oktober 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)