FENOMENA ELITISME & PRAGMATISME DALAM POLITIK INDONESIA Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

 "Barangkali saja orang akan mengingat tulisanku ini, akan ada permainan politik oleh orang-orang kriminal dan permainan kriminal oleh orang-orang politik" - Pramoedya Ananta Toer

    Menjelang penutupan pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024, dinamika politik nasional makin menghangat dan menunjukkan sejumlah indikasi2 politik elitisme & pragmatisme yang bersifat jangka pendek demi kepentingan Partai atau Koalisi Partai di Indonesia.

    Berita2 media massa kita dipenuhi dengan "update" perkembangan dinamika politik yang sering membuat kejutan2 diluar harapan dan logika politik mayoritas publik. Permainan kaum elite politik papan atas dengan lobby2 kelas tinggi, menghasilkan keputusan2 diluar dugaan dan diluar harapan massa pendukung, khususnya massa "grass root".

    Sebut saja misalnya tindakan "berani" Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang "menyeberang" menjadi bagian Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dulunya berbeda visi, misi, ideologi dan prinsip2 politik. Hal ini sudah pasti membuat mayoritas pendukung PKS kaget dan bingung. 

    PKS yang selama ini dianggap konsisten beroposisi karena banyak memiliki perbedaan tujuan, visi dan misi politik dengan kelompok parpol pendukung Jokowi dan berlanjut ke Presiden terpilih Prabowo, membuat "shocking decision" dengan menjadi bagian Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang saat ini disebut sebagai "KIM Plus".

    Setelah itu perubahan secara revolusioner terjadi pada Partai Golkar. Partai tertua di Indonesia ini secara mendadak dan tanpa alasan yang jelas, ditinggalkan dengan menyatakan mundur sebagai Ketua Umum oleh Airlangga Hartarto yang justru secara meyakinkan telah berhasil menaikkan jumlah kursi Partai Golkar secara signifikan di DPR-RI. 

    Sebagaimana hasil Pemilu 2024, Partai Golkar di era kepemimpinan Airlangga, telah meraih suara cukup besar dan berada pada ranking kedua dibawah PDI-P secara nasional dengan kenaikan sebesar 34,7% dibanding Pemilu sebelumnya pada 2019. Artinya, Partai Golkar dibawah kepemimpinan Airlangga meraih "rebound" dari 85 kursi pada Pemilu 2019 menjadi 102 kursi pada Pemilu 2024.

    Bak seperti sudah diskenariokan, dalam hitungan hari, muncul Ketum baru yang dipilih secara aklamasi, yakni Bahlil Lahadalia. Hampir semua kader Partai Golkar satu "orkestrasi" mendukung Bahlil menjadi pengganti Airlangga. 

    Isu2 baru yang beredar, Bahlil hanya menjabat Ketum Partai Golkar untuk sementara, menjelang proses revisi AD/ART agar Jokowi bisa menjadi Ketum Partai Golkar di era kepemimpin Prabowo - Gibran sebagai Presiden RI pada Oktober 2024.

    Berita terbaru & sangat mengguncang dunia perpolitikan tanah air, tentu saja Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang berisikan Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon kepala daerah, serta Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi pada saat penetapan pasangan calon peserta pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum. 

    Dengan keluarnya kedua amar Putusan MK tersebut, secara langsung membuat banyak peluang Parpol untuk memajukan kandidatnya dalam Pilkada serta batalnya Kaesang untuk ikut kompetisi Pilkada sebagai Calon Wakil Gubernur di Prov Jateng.

    Berlanjut dengan info teranyar, PDI-P mulai mendekati Anies Baswedan untuk bisa dicalonkan sebagai Gubernur Daerah Khusus Jakarta pada Pilkada 2024. 

    Fenomena ini menarik, karena PDI-P adalah Partai Pendukung Jokowi dulu sebagai Presiden dan Ahok sebagai Gubernur Jakarta yang selalu berseberangan dengan kubu Anies. 

    Sangat terlihat kedua pihak ini saling membutuhkan. PDI-P yang sedang "sendiri" masih kesulitan mencari kandidat yang akan dicalonkan sebagai Gubernur Jakarta. Sementara harapan Anies yang tadinya dicalonkan PKS, sirna sudah setelah PKS bergabung dengan KIM Plus yang memajukan Pasangan Ridwan Kamil-Suswono sebagai kandidat Gubernur & Wakil Gubernur Jakarta 2024 - 2029. 

    Lalu, hikmah dan pelajaran apa yang bisa kita ambil dari dinamika dan gonjang-ganjing politik nasional yang hampir selalu mendominasi berita2 media massa tanah air?

POLITIK PRO RAKYAT

    "Bangsa Indonesia patut prihatin dengan perkembangan politik yang semakin mengarah kepada kemunduran demokrasi. Ketegangan yang terjadi di antara para elit politik, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, menunjukkan semangat para pemimpin politik lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek dan diri sendiri daripada kepentingan rakyat secara luas" (Prof. Dr. Baiquni, MA - Ketua Dewan Guru Besar UGM).

    Dari kutipan diatas, memperlihatkan keprihatinan mendalam dari Dewan Guru Besar UGM sebagai salah satu Universitas terkemuka di negeri ini. Tentu saja dengan "statement" tersebut, menunjukkan sistem politik di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. 

    Demokrasi makin terancam, elite politik lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompok, kepentingan rakyat tak lagi menjadi bagian dari amanah dan tugas sebagai wakil rakyat dan perselingkuhan politik menjadi budaya demi mendapatkan kekuasaan.

    Pragmatisme menjadi tradisi dan budaya dalam politik di negeri ini. Sepanjang hal itu memberikan keuntungan dan kemanfaatan jangka pendek bagi elite dan partai politik, tanpa banyak pertimbangan, langsung dijalankan tanpa memikirkan landasan ideologi, filosofi dan prinsip2 perjuangan partai. 

    Padahal rakyat memilih Parpol tertentu dikarenakan visi, misi, ideologi politik dan program kerja yang sesuai dengan harapan dan aspirasi mereka agar bisa jika memenangkan Pemilu untuk direalisasikan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

    Sejatinya politik memiliki tujuan mulia untuk kemaslahatan dan kebaikan. Menurut Aristoteles, politik harus dilandasi dengan moral dan tujuannya mengantarkan rakyat dalam sebuah negara pada kabaikan dan kesejahteraan.

    Agama juga mengatur politik. Tujuan politik menurut Islam adalah mewujudkan kesejahteraan umat (ri’asah syu’un al-ummah). Imam Ghazali, menyebut orang yang berkuasa paling beruntung. Apabila kekuasaan dijalankan dengan syariat Allah dan membawa kemaslahatan umat, jalan ke syurga bagi penguasa ini begitu mudah. Namun jika sebaliknya, kekuasaan disalahgunakan, maka akan menjadi musuh Tuhan.

Bekasi, 24 Agustus 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)