SELAMAT JALAN BUYA SYAKUR Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial, Politik & Hukum)

 "Kematian adalah pelajaran yang mengingatkan kita akan nilai hidup.” - Paulo Coelho

Bangsa Indonesia khususnya umat Islam telah kehilangan satu lagi Ulama besar penuh kharismatik dengan wafatnya Prof Dr. Abdusyakur Yasin, MA yang populer dipanggil Buya Syakur. Almarhum wafat pada hari Rabu-17 -Januari 2024 di RS Mitra Plumbon Cirebon.

Buya Syakur wafat pada usia 75 tahun menjelang ultah pada 02 Februari 2024. Almarhum adalah Pendiri Ponpes Cadangpinggan Kertasemaya Indramayu. Pendidikan almarhum semasa hidup ditempuh belasan tahun di Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon sebelum melanjutkan pendidikan di luar negeri seperti Irak, Suriah, Libya, Tunisia, Mesir hingga Oxford Inggeris. 

Ulama ini semasa hidupnya memiliki jutaan pengikut fanatik yang selalu rutin mengikuti kuliah dan ceramah beliau melalui youtube dan sejumlah media sosial. Buya Syakur seorang Ulama yang sangat agamis namun rasional dan kontekstual dalam cara berfikir. Namun disisi lain, tak sedikit pula orang2 yang tak sepaham dengan materi2 kuliah dan ceramah yang beliau sampaikan disetiap kesempatan didepan publik. 

Bagi golongan Islam konservatif yang ultra fundamentalis, isi dan materi ceramah almarhum yang "membumi" dan disampaikan dengan sederhana, mudah dimengerti semua orang tersebut, materi ceramah2 beliau banyak tak sesuai dengan ajaran Islam. Paradigma rasional dan kontekstualitas dalam setiap materi ceramah, sungguh sangat membuka wawasan kekinian serta bersifat adaptif dengan kondisi dinamika kehidupan yang rasional-pragmatis. 

Interpretasi Ulama yang cukup kontroversial ini terhadap pemaknaan ayat2 Al Qur'an secara kontekstual, banyak ditentang oleh kaum konservatisme Islam yang tak mau beranjak dari situasi dan era yang jauh berbeda dizaman Nabi dengan kekinian yang penuh dengan tantangan kemajuan teknologi.

Padahal, dinamika kehidupan yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang memanfaatkan karunia Ilahi dalam bentuk akal-logika-rasional yang digunakan secara optimal tersebut harusnya bisa bersinergi dengan isi dan materi Al Qur'an. Berfikir rigid tanpa mau menerima perkembangan dan kemajuan teknologi yang "menantang" dogmatisme agama, justru makin membuat keberjarakan yang makin jauh antara ajaran2 1400 an tahun lalu dengan era kekinian yang "unpredictable". Inilah tantangan agama2 dogmatis menuju akhir abad 21.

BERFIKIR KRITIS-ANALITIS

Gus Dur pernah mengatakan bahwa di Indonesia hanya ada 3 (tiga) orang yang berani berfikir kritis-analitis dalam memahami Islam. Mereka adalah Quraish Shihab, Nurcholis Madjid (Cak Nur) dan Buya Syakur. Ketiga tokoh besar pemikiran Islam itu banyak mereferensikan kitab modern atau tasawuf dalam memahami dan memaknai Islam untuk kehidupan terkini. Prinsip paradigma kontekstualisme dalam memahami Islam menjadi kunci utama, agar Islam selalu bisa "membumi" dan menjadi bagian "pusaran" dinamika arus modernisasi dan digitalisasi tanpa batas yang selalu "membongkar" dogma2 kaku tersebut.

Pemikiran2 Buya Syakur yang dikenal kontroversial dengan salah satunya adalah Sirrul Asror, beliau terang2an mendobrak dogma dan doktrin agama dengan mengedepankan kesadaran pemikiran. 

Bagi beliau, keberadaan manusia di dunia harus lebih banyak berfikir. Kesadaran berfikir menjadi dasar dari keseluruhan ragam keberagamaan. "Jangan terima begitu saja dogma yang menjadikan dirimu terpenjara oleh hukum/fikih yang menjerat keberagamaanmu menjadi kaku dan seremonial". Itu adalah satu pesan almarhum sebelum meninggalkan dunia fana ini.

Pemaknaan atas konsep berfikir diatas adalah sebuah kesadaran baru dalam menggunakan karunia Ilahi (akal dan fikiran) dan memperjuangkan agama agar selalu abadi dan tidak sekedar formalitas-ritual belaka. 

Bagaimanapun, Buya Syakur telah memberikan "warna baru" dalam pemahaman dan pemaknaan agama untuk kehidupan manusia yang lebih esensial tersebut. Konsep optimalisasi penggunaan fikiran (rasionalisme) untuk kemajuan dan kesejahteraan umat, ditengah-tengah "serbuan dan serangan" kemajuan iptek tersebut, sering "merusak" dogmatisme agama yang absolut. 

Terakhir, sekontroversial apapun isi dan materi ceramah Buya Syakur, pengikut almarhum semasa hidup cukup banyak. Artinya, keberagaman dalam memahami ajaran agama menjadi sebuah keniscayaan. 

Tetaplah saling menghormati dalam keberagaman. Manusia semasa hidup tetap selalu melakukan "pencarian" terhadap sang khalik yang maha misterius. Tuhan ada dimanapun. Manusia dan seisi alam diciptakan oleh Sang Khalik dengan beragam tujuan, maksud dan fungsi untuk saling mengisi ekosistem kehidupan di alam semesta. Tak boleh ada yang merasa paling benar. Biarkan setiap individu meyakini keberadaan supranatural sesuai kepercayaaannya. Urusan masing2 pula yang akan mempertanggungjawabkan di alam baka nanti. Amien ya robbal al amien.

Bekasi, 18 Januari 2024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)