PREDIKSI PEMILU & PILPRES 14 FEBRUARI 2024: LANCAR & AMAN ATAU KISRUH? Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)
"Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang menggantikan pemilihan oleh banyak orang yang tidak kompeten untuk jabatan oleh segelintir korup." - George Bernard Shaw
Artikel dengan judul yang sedikit agak provokatif ini, bukan bertujuan menakut-nakuti anda para pembaca dan kita semua. Judul tulisan diatas, sebagai sebuah ungkapan rasional yang berusaha memberikan gambaran, refleksi dan prediksi ke masa depan berdasarkan fakta dan kondisi politik kita saat ini yang begitu dinamis, anomalis bahkan kontradiktif.
Melihat, memperhatikan & mengamati gonjang-ganjing dunia perpolitikan tanah air terkini yang makin panas, tentu kita bisa melakukan refleksi, evaluasi dan prediksi ke masa depan, kira2 apa yang mungkin akan terjadi nantinya. Yang pasti, kita semua pasti berharap pelaksanaan Pemilu dan Pilpres pada 14 Februari 2024 bisa berjalan lancar, aman, kondusif dan sesuai harapan kita bersama.
Namun, harus pula disiapkan secara serius, antisipasi dan strategi untuk menghadapi dan mengatasi terjadinya kekisruhan di saat pelaksanaan sampai pengumuman hasil suara final Pemilu dan Pilpres 2024. Kedua kemungkinan masa depan diatas, adalah sebuah keniscayaan dalam dunia politik. Persaingan yang sangat ketat, dengan menggunakan beragam cara dan strategi oleh para kandidat legislatif, parpol serta Capres-Cawapres untuk memenangkan kompetisi, sudah pasti akan menimbulkan beragam friksi bahkan konflik2 terbuka yang bisa mengancam stabilitas nasional.
Kita yakin, Pemerintah dalam hal ini TNI & Polri tentu sudah sangat siap untuk menghadapi, mengatasi dan menyelesaikan semua kemungkinan2 yang nantinya bisa terjadi.
Kembali ke Pemilu dan Pilpres 2024 yang jadwalnya makin mendekat, sudah pasti waktu yang terus berjalan pasti, tak bisa dihentikan. Semua lini dalam aktivitas politik menuju Pemilu dan Pilpres 2024 terus berjalan dinamis, saling berinteraksi dengan segala macam strategi yang dimainkan dan berupaya maksimal mendapatkan dukungan suara para pemilih dari seluruh penjuru tanah air.
Hari demi hari, hitungan mundur alias "countdown" pelaksanaan Pesta Demokrasi terbesar no 4 di dunia itu makin mengerucut dan mengecil. Semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024 berkelindan pundan dengan segala persiapan masing2 sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Secara substansial, ada 3 (tiga) lembaga politik paling berkepentingan dengan Pemilu dan Pilpres 2024, yaitu Parpol Peserta Pemilu beserta Para Caleg, Komili Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Diluar ketiga lembaga penting tersebut diatas, tentu saja banyak institusi2 negara yang lain terlibat aktif berperan mendukung kelancaran pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.
Mereka wajib memberikan dukungan positif, agar pelaksanaan pesta berbiaya ratusan trilunan rupiah itu bisa berjalan lancar, aman dan sesuai harapan bersama.
Yang pasti, semua lembaga negara sebagaimana diamanahkan konstitusi dan aturan2 turunannya, harus bersikap NETRAL dan TAK MEMIHAK kepada Parpol apapun, Caleg manapun dan siapapun Paslon Presiden-Wakil Presiden.
Institusi negara diberikan amanah jelas dan termaktub dalam konstitusi sebagai "The Guardian of Constitution". Begitu pula kaum Penegak Hukum seperti lembaga pengadilan (PN, PT, MA dan MK) serta aparat kepolisian, ASN dan TNI, mereka wajib memposisikan diri sebagai pihak "apolitis", non partisan dan bersikap serta bertindak netral sebagai Algat dan Perangkat Penyelenggara Pemerintahan Negara.
JAGA MURUAH DEMOKRASI
Sistem negara berdemokrasi di negeri ini sudah dimulai sejak diproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 oleh duet "Founding Father" Ir Soekarno & Drs. Moh. Hatta.
Dimulai periode Demokrasi Parlementer pada 1945-1959, dilanjutkan dengan Demokrasi Terpimpin pada periode 1959-1965, terus ke sistem Demokrasi Pancasila (Orde Baru) pada 1965-1998 & dengan tumbangnya era Orba yang dinilai dikator-otoritarian selama 32 tahun, terbangunlah impian baru memasuki fase Demokrasi Pasca Reformasi mulai 1998 sd sekarang (2024).
Keempat fase sistem Demokrasi tersebut diimplementasikan sesuai dengan paragdima dan perspektif masing2 "The ruling class" alias Penguasa di eranya masing2. Gonta-ganti sistem Demokrasi ala Indonesia disetiap fase dan periode tersebut diatas, tentu menyesuaikan kebutuhan situasi dan kondisi politik saat itu, selain juga untuk kepentingan kekuasaan.
Namun sayangnya, era Demokrasi Pasca Reformasi sejak 1998 yang ingin mengikis habis diktator tangan besi Soeharto, ternyata tak pernah terwujud sampai saat ini.
Era Reformasi sudah berjalan lebih dari 25 tahun! Presiden demi Presiden silih berganti mulai BJ Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarno Puteri, Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo. Namun faktanya, prinsip2 negara berdemokrasi yang diimpikan oleh Montesquieu dalam "Trias Politika" makin menjauh dari cita2 dan harapan reformasi 1998.
Kemandirian dan independensi masing2 lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif yang berpedoman kepada "separation of power" tak menunjukkan jatidirinya. Eksekutif yang harusnya dikontrol oleh Legislatif, justru melakukan hal sebaliknya, dengan melakukan "Politik Kooptasi" terhadap mayoritas fraksi2 parpol di lembaga parlemen.
DPR-RI yang diharapkan menjadi lembaga penyalur aspirasi rakyat dan pengontrol pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat, justru menjadi lembaga impoten yang tak lagi bernyali, bahkan menjadi lembaga "stempel" atas kebijakan2 strategis Pemerintah.
Disamping itu, lembaga Yudikatif yang diharapkan menjadi "benteng terakhir penegakkan hukum", malah tak bisa mandiri dan "disusupi" oleh "tangan2 politik". Hal ini bisa dilihat jelas dalam aturan penempatan Hakim2 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang tak menggunakan sistem profesionalisme- kompetensi, independen dan netralitas, dalam pola rekrutmen-seleksi calon2 hakimnya.
Sebagaimana diatur oleh UU tentang Hakim MK, terdapat "penjatahan" dalam pengusulan hakim2 MK untuk perwakilan Pemerintah dan DPR-RI masing2 sejumlah 3 (tiga) orang selain 3 (tiga) orang hakim karir atau dari Mahkamah Agung (MA). Hal ini tentu sangat mempengaruhi netralitas, profesionalisme dan objektifitas para Hakim MK dalam setiap menjalankan tugas, apalagi dalam pengambilan putusan2 yang terkait dengan kepentingan2 politis.
Pantas saja kasus Putusan hukum "Paman Usman" yang sangat kontroversial tersebut bisa terwujud, dikarenakan sistem dan mekanisme di MK yang kurang menjunjung tinggi profesionalisme dalam pengambilan Putusan Hukum.
Kembali kepada Pemilu dan Pilpres 2024, kita semua tentu berharap agar nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui pemungutan suara, bisa terlaksana secara bersih, jujur, transparan dan akuntabel.
Semua pihak yang terlibat aktif dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024 harus menjalankan tugas, peran dan fungsinya sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditetapkan secara konsisten dan konsekwen.
Pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024 yang sesuai aturan tanpa terjadinya kecurangan2, akan meningkatkan kredibilitas Pemerintah beserta semua lembaga pelaksana yang terkait.
Mari kita semua berjiwa besar dan bersikap sportif serta berlaku adil terhadap semua peserta Pemilu dan Pilpres 2024. Sungguh sangat disayangkan, Pesta Demokrasi yang dibiayai oleh uang hasil keringat rakyat itu dinodai oleh perilaku tak bermoral kelompok2 tertentu demi meraih kekuasaan.
Mendapatkan kekuasaan dan amanah rakyat dengan cara2 tak beradab, sama saja dengan membohongi dan mengkhianati aspirasi dan amanah rakyat yang berdaulat.
Rakyat kita sudah makin cerdas dan memahami makna serta tujuan Pemilu dan Pilpres untuk kebaikan dan perbaikan bangsa kedepan, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Biarkan hasil penghitungan suara Pemilu dan Pilpres 2024 berlangsung sebagaimana adanya (let it flow) tanpa tipu2 dan intervensi orang2 yang merusak marwah demokrasi.
Perbuatan jahat dalam wujud kecurangan dalam perhitungan suara Pemilu dan Pilpres 2024, bisa jadi akan membuat kekisruhan bahkan instabilitas nasional untuk jangka panjang. Kita tak ingin "ulah setitik nila, rusak susu sebelanga".
Jangan rusak sistem berdemokrasi di negeri ini demi mempertaruhkan kekuasaan yang sejatinya adalah sebuah amanah yang kembali didedikasikan kepada seluruh anak bangsa.
Kekuasaan bukan untuk kepentingan segelintir kelompok manusia untuk tujuan2 tertentu dengan selubung demokrasi. Namun, kekuasaan adalah sebuah tugas dan tanggungjawab mulia yang diamanahkan, diemban dan dijalankan untuk sebesar-besarnya kemanfaatan dan kemaslahatan bagi segenap rakyat & tanah tumpah darah Indonesia.
Siapapun yang menjadi Anggota Legislatif di DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten serta Presiden-Wakil Presiden RI 2024-2029 sepanjang dihasilkan oleh proses Pemilu dan Pilpres yang jujur, adil, bersih, transparan dan profesional, tentu saja akan didukung penuh oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun, jika yang terjadi justru sebaliknya, kita semua akan menanggung beban derita berkepanjangan dan menjadi noktah hitam sejarah bangsa yang akan menjadi warisan buruk anak cucu kita dimasa depan.
Majulah Negeriku, Jayalah Bangsaku. Aamien.
Bekasi, 06 Januari 2024
Komentar
Posting Komentar