DEBAT KEEMPAT CAWAPRES: AJANG DAGELAN KARENA BEDA GENERASI? Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial, Politik & Hukum)

 "Seorang pemimpin adalah orang yang mengetahui jalannya, mengikuti jalannya, dan menunjukkan jalannya."- John C. Maxwell

Hari Minggu tanggal 21 Januari 2024 lalu, bertempat di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan Jakarta, telah dilaksanakan agenda debat keempat untuk tiga Cawapres (Muhaimin, Gibran & Mahfud MD). Ajang debat keempat tersebut, sangat ditunggu publik tanah air, karena menampilkan tiga sosok Cawapres yang memiliki perbedaan latar belakang keilmuan, pengalaman hidup dan karakter antar generasi. 

Mahfud MD yang lahir pada tahun 1957, masuk kategori Generasi "Baby boomer" (1946-1964). Cak Imin dengan tahun kelahiran 1966, digolongkan mewakili Generasi "X" alias Gen X yang memiliki kurun waktu 1965-1980. Sementara Gibran Rakabuming Raka menjadi bagian dari Generasi Milenial (1981 sd 1986),  karena lahir pada tahun 1987. 

Artinya, ketiga Cawapres ini mewakili tiga era Generasi yang berbeda. Sudah pasti dengan durasi perjalanan pengalaman hidup yang berbeda, akan menghasilkan karakter, kematangan, kedewasaan berfikir, bersikap dan berperilaku yang berbeda pula. 

Hal ini tak lepas dari pengaruh dinamika  kemajuan teknologi, budaya, dan paradigma berfikir, sesuai tuntutan dan kebutuhan di setiap fase kehidupan. Masing2 era generasi memiliki karakter tersendiri yang memberikan pengaruh kepada "mindset", sikap, perilaku dan gaya hidup insan yang lahir pada kurun waktu tertentu itu.

Lantas, apa makna dan kemanfaatan yang bisa diambil dengan perbedaan generasi ketiga Cawapres ini? Apakah dengan makin tua dan senior usia seseorang akan berpengaruh terhadap sikap, emosi dan perilaku seseorang? Atau justru makin tak rasional & penuh emosional? Bukankah di era digital ini kita membutuhkan calon Pemimpin yang mewakili Generasi milenial untuk menyongsong dan bersinergi menuju era Indonesia emas 2045? Perlukah seorang calon Pemimpin memiliki kemampuan mengontrol sikap, emosi dan perilaku selain sejumlah aspek utama yang menjadi kriteria Pemimpin ideal? Ingat, tantangan kedepan negeri ini makin kompleks! Kita butuh Pemimpin yang serba lengkap. Pemimpin yang cerdas, berintegritas, berkarakter, bijak, arif, visioner, konsisten, independen dan tegas.

MEMIMPIN BUKAN AJANG DAGELAN

Tantangan negeri ini kedepan makin berat. Beragam target yang sudah direncanakan untuk menjadi negara maju dan sejahtera oleh beberapa Pemimpin negara sejak orde baru sampai orde reformasi sampai saat ini belum terwujud sebagaimana mestinya. 

Pembangunan kita masih "terjebak" model pembangunan fisik yang seolah-olah negeri ini sudah bisa sejajar dengan negara2 maju lainnya. Namun sebenarnya rapuh secara etika, karakter dan kedisiplinan. Kita terlarut dalam strategi pembangunan kasat mata yang makin tak memperdulikan nilai2 etika dan moralitas. Walhasil, banyak terjadi demoralisasi, nir-etika, etos kerja yang stagnan dan berujung kepada rendahnya produktivitas anak bangsa.

Pemimpin adalah gagasan. Pemimpin adalah panutan. Pemimpin adalah harapan. Ketiga aspek diatas menjadi persyaratan utama untuk menjadi seorang Pemimpin ideal.

John C Maxwell dalam bukunya "The 21 Irreputable Laws Of Leadership” menegaskan bahwa “Kepemimpinan itu adalah pengaruh, tidak lebih dan tidak kurang”. 

Menurut Maxwell, baik-buruknya suatu kepemimpinan akan membawa pengaruh dalam segala segi kehidupan organisasi (negara) yang dipimpinnya. 

Setidaknya terdapat 3 (tiga) esensi kepemimpinan yang dibutuhkan seorang Pemimpin yang ideal dan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat: perlu dipelajari dan ditumbuhkan agar dapat menjadi sosok pemimpin yang ideal dan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat:

1. PENGARUH.

Seorang pemimpin seharusnya dapat membawa pengaruh yang positif bagi mereka yang dipimpinnya. Sebuah organisasi negara akan berjalan dengan maksimal dan baik dalam rangka mewujudkan visi, jika mendapat pengaruh positif yang kuat dari seorang pemimpin. Pengaruh positif yang kuat ini akan menciptakan atmosfir yang kondusif bagi pertumbuhan dan kemajuan sebuah negara. Pengaruh pemimpin yang positif ibarat air kehidupan bagi mereka yang dipimpinnya. Pengaruh positif yang kuat ini lahir dari integritas. Dari integritas lahir keteladanan dan wibawa sebagaimana pernah Sun Tzu katakan: “Pemimpin memimpin dengan teladan bukan dengan kekerasan”. Pemerintahan yang bersih dan berwibawa lahir dari pemimpin yang berintegritas serta memancarkan keteladanan sehingga pengaruh positifnya sangat kuat melingkupi seluruh organisasi yang ia pimpin.

2. PEMBERDAYAAN

Pemimpin yang baik adalah pemipin yang mampu menggali seluruh potensi yang ada dalam organisasi yang ia pimpin. Pemimpin akan memberdayakan segala potensi yang ada, terutama pemberdayaan SDM, demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

3. PELAYANAN & PENGABDIAN

Pemimpin yang baik adalah mereka yang justru melayani, bukan untuk dilayani. Pelayanan dan kepemimpinan sepertinya adalah dua hal yang sangat bertolak belakang. Bagaimana mungkin melayani tapi juga memimpin? Bukankah pemimpin itu justru adalah harus dihormati, dilayani, disanjung? Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki jiwa besar untuk bersedia merendahkan diri melayani mereka yang ia pimpin dengan penuh pengabdian. Fokusnya hanyalah bagaimana mensejahterakan, mengantarkan segala kebaikan bagi mereka yang ia pimpin. Jiwa pelayanan atau pengabdian ini akan mengibarkan seorang pemimpin menjadi pemimpin yang besar dan bermartabat.

Dari ajang debat Capres dan Cawapres yang sudah berlangung dan akan diselesaikan sampai 5 (lima) tahap, seharusnya para pemilih dan rakyat Indonesia sudah bisa memberikan penilaian dan membuat keputusan tentang siapa Capres dan Cawapres yang akan dipilih pada 14 Februari 2024 nanti. 

Namun sangat disayangkan, kebanyakan ajang debat Capres-Cawapres lebih banyak menonjolkan "gimmick", mengeluarkan kata2 provokatif yang membangkitkan emosi lawan bicara dan menunjukkan perilaku kekanak-kanakan yang terkesan konyol. 

Walhasil rakyat tergiring dan digiring ke arena debat premanisme yang kurang memberikan rasa saling hormat dengan perilaku dan tata bahasa anak jalanan kurang pendidikan. 

Publik kita disuguhi pencitraan bodong dengan karakter memancing emosi lawan, bukan penyampaian gagasan yang membanggakan. 

Dari beberapa kali perdebatan, bisa disimpulkan bahwa Pemimpin itu harus berkarakter baik, bersikap santun, berperilaku saling menghormati dan berbahasa penuh ide dan gagasan untuk membawa bangsa dan negara besar ini mengarungi bahtera Indonesia menuju masa depan yang dicita-citakan segenap rakyat Indonesia. 

Pilihlah calon Pemimpin sesuai hati nuranimu, namun tetap menjadikan karakter, sikap, perilaku dan kemampuan komunikasi sebagai bagian paling penting untuk mendapatkan Pemimpin bangsa terbaik!

Bekasi, 23 Januari 2024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)