STRATEGI MENANG PEMILU & PILPRES RI 2024: ADU GAGASAN ATAU UNJUK KEKUATAN? Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial-Politik Kebangsaan)

 Jadwal pendaftaran Capres & Cawapres 2024 menurut rencana akan dimajukan lebih cepat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan Peraturan KPU, jadwal pendaftaran Capres & Cawapres mulai 19 Okt sd 25 Nov 2023. Namun jadwal tersebut oleh KPU secara mendadak akan dimajukan menjadi 10 sd 16 Okt 2023. Belum jelas alasan KPU mempercepat jadwal pendaftaran Capres & Cawapres tersebut. 

Anehnya, Mahfud MD yang menjabat sebagai Menkopolhukam, bertindak sebagai "juru bicara" KPU terkait penjelasan ke publik atas alasan pemajuan jadwal tersebut. Menjadi pertanyaan publik, kenapa justru Menkopolhukam yang mengumumkan rencana pemajuan jadwal pendaftaran Capres & Cawapres 2014, bukan Ketua KPU? Bukankah urusan Pilpres menjadi domain KPU yang notabene bertindak sebagai wasit mandiri, independen dan netral dalam pilpres dan pemilu? 

Pemberitahuan rencana pemajuan jadwal pendaftaran Capres & Cawapres 2024 oleh Pemerintah cq Menkopulhukam disinyalir sebagai cawe2 Pemerintah dalam ranah  Pilpres dan Pemilu 2024. Intervensi Pemerintah terhadap tugas, wewenang dan tanggungjawab KPU tersebut sangat disayangkan. Hal ini bisa memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa Pemerintah memiliki kepentingan politis terhadap pelaksanaan dan hasil pemilu serta pilpres 2024. 

Apakah ini sebuah strategi tersendiri yang diciptakan Pemerintah agar Capres & Cawapres  dukungan bisa memenangkan Piplres 2024 demi keberlangsungan rezim untuk mencapai tujuan2 yang sudah ditetapkan?

ADU GAGASAN VS POLITIK IDENTITAS

Tiga minggu menjelang jadwal pendaftaran Capres & Cawapres 2024, baru Bacapres Anies Baswedan yang sudah resmi mendeklarasikan Bacawapresnya Muhaimin Iskandar ke ruang publik. Sementara dua Bacapres lainnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto masih sibuk bersama Parpol dan Koalisi pendukung untuk mencari Bacawapres masing2. 

Hari2 mereka diisi dengan wara-wiri tim sukses untuk bisa mendapatkan Bacawapres paling tepat dan pas sesuai dengan harapan Koalisi. Ajang kunjungan politik dan silaturrahim ke parpol2 mitra koalisi bahkan lintas parpolpun dilakukan demi memastikan prospek raihan suara pemilih potensial 2024.

Belum terlihat motif mencari pasangan Bacawapres, yakni mengutamakan satu visi dan misi dalam penyiapan gagasan serta program kerja menuju Indonesia lebih maju dan lebih sejahtera   mulai 2024. Justru motif paling menonjol adalah menjadikan aspek primordial seperti kuantitas pendukung berdasarkan kesukuan (suku Jawa) dan latar belakang ormas islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai dasar utama memilih Bacawapres. 

Hal ini sesungguhnya sangat logis dan rasional. Mencari Calon pasangan sebagai Cawapres yang memiliki prospek dukungan jumlah besar pemilih dari suku terbesar dan ormas islam terbesar. Namun, menjadikan aspek2 primordialisme sebagaimana disebut diatas, menunjukkan bahwa model dan sistem politik kita masih belum berada pada level "high democracy" sebagaimana dijelaskan oleh Clayton (2020). 

"High democracy" berfokus kepada sistem dan proses rekrutmen elite politik berdasarkan adu gagasan, ide2 dan program2 kerja yang visioner serta pragmatis. Faktanya, model dan strategi politik kita masih mengutamakan aspek latar belakang pemilih berdasarkan primordialisme (sukuisme, agama dan ras), bukan proposal gagasan2 kebangsaan, kemajuan dan kesejahteraan rakyat yang visioner sebagai prioritas. 

Di negara2 berkembang yang mayoritas rakyatnya masih berpendidikan rendah serta berkesejahteraan kelas menengah kebawah, para pemilih umumnya sangat mudah dipengaruhi dan terpengaruh arus paham primordialisme tersebut.

Primordialisme berusaha "mengharu-biru" ikatan emosional "in-group" dalam wujud rasa se-suku, se-agama dan se-ras sebagai sarana praktis membentuk loyalitas politik. 

Bagi penduduk (pemilih) yang memiliki level pendidikan relatif rendah, mereka tak terlalu suka dan tertarik dengan adu ide serta gagasan intelektual yang banyak menguras olah fikir dan analisa nalar. Hal ini sebagai konsekuensi logis atas kemampuan intelektual mereka dalam melakukan olah fikir, olah nalar dan analisa kritis atas setiap gagasan dan permasalahan yang menjadi diskursus politik.

Loyalitas primordial menjadi "alat ukur" keterpilihan alias elektabilitas kandidat. Walhasil, strategi politik "berburu" kandidat atau tokoh yang memiliki "endorsement" tinggi dengan latar belakang suku jawa atau pengikut NU, menjadi sebuah keniscayaan dalam meraih suara sebanyak-banyaknya.

Perebutan tokoh2 berlatar belakang suku Jawa dan dukungan NU menjadi bagian penting dalam manuver politik menjelang pendaftaran Bacapres dan Bacawapres 2024.

Raihan suara dengan segala daya dan upaya menjadi target utama. Namun, sangat disayangkan jika fokus raihan suara untuk meraih kemenangan jika tidak dibarengi dengan kolektivikasi gagasan dan ide2 cemerlang yang justru akan memberikan dampak perubahan dan perbaikan. 

Secara terbuka menunjukkan bahwa bangsa kita masih mengimplementasikan proses demokrasi dan politik masih sebatas formalitas-seremonial peraihan suara rakyat berdasarkan ukuran primordialisme belaka.

Artinya, Politik Identitas sudah menjadi acuan dan standar utama semua poros koalisi dalam meraih suara untuk bisa menang di Pemilu, khususnya Pilpres 2024. Sebuah fakta yang tak bisa dibantah. Silakan membuat strategi apapun untuk meraih suara pemilih sebanyak-banyaknya, namun jangan melupakan adu gagasan, ide, program, visi dan misi brilian para Capres dan Cawapres untuk Indonesia lebih baik, lebih maju dan lebih sejahtera.

"Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri." - Joseph Schumpeter.

Bekasi,15 September 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)