PEMILU & PILPRES 2024: AJANG SIAP MENANG & SIAP KALAH MENUJU INDONESIA HEBAT Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemikir Kebangsaan dan Demokrasi)

 Sistem politik negeri ini sudah berubah total sejak era reformasi 1998. Sebelumnya, di era orde baru yang dikuasai oleh Soeharto secara otoriter mulai 1967, hanya ada 3 (tiga) Parpol: Golkar, PPP dan PDI. Namun seiring dengan tumbangnya era Orba tersebut, bermunculan puluhan Partai Politik (Parpol) sebagai wujud euforia politik masyarakat.

Di era rezim soeharto, Golongan Karya yang tak mau disebut sebagai Partai Politik (Parpol) itu, telah berkuasa atau menjadi "The ruling party" sejak 1967 sd 1998. Golkar benar2 menjadi Partai "Kendaraan" Politik Soeharto yang selalu (pasti) menang dalam setiap Pemilihan Umum (Pemilu) yang digelar sejak 1970. 

Golongan Karya menjadi sangat kuat, karena ditopang dan didukung Militer (TNI). Dua parpol lainnya, PPP dan PDI hanya berfungsi sebagai "kosmetika demokrasi" alias pemanis politik di era orde baru alias Orba tersebut. Hal ini untuk memberikan kesan, bahwa negeri ini telah melaksanakan sistem politik berdemokrasi.

Pak Harto dengan strategi politiknya yang jitu dan cerdas, menguasai semua lini kekuasaan negara. Tiga pilar demokrasi sebagaimana dirumuskan Montesquieu (Legenda Maestro Filsafat dan Politik Perancis) dalam teori "Trias Politika" (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif), berada dalam cengkeraman kuat Sang Jenderal. 

Di era rezim orde baru, tata nilai dan praktik berdemokrasi dirumuskan dan dilaksanakan sesuai kehendak sang Pemimpin Nasional. 

Jika Soekarno dengan rezim Orde lamanya menggunakan jargon Demokrasi Terpimpin, maka Soeharto dengan rezim Orde barunya menggunakan jargon Demokrasi Pancasila. 

Sistem Demokrasi Pancasila di era Soeharto, secara konsep dan teori  berlandaskan lima sila Pancasila. Namun secara implementatif, sistem Demokrasi yang dibangun Sang Jenderal yang terkenal dengan julukan "The smiling General" ini, jauh dari nilai2 dan sila2 Pancasila. Apalagi jika dikaitkan dengan sila keempat yang bertumpu kepada Permusyawaratan/Perwakilan rakyat sebagai fondasi utama negara demokrasi. 

Makna Demokrasi telah diinterpretasikan secara sepihak oleh Penguasa orde baru sebagai sabda Pandito Ratu secara satu arah (top-down), bukan konsep demokrasi yang lebih menyerap aspirasi rakyat ("bottom-up") melalui lembaga2 perwakilan rakyat (DPRD & DPR).

Walhasil kekuasaan otoriter sang Jenderal selama 32 tahun tersebut akhirnya berujung tumbang oleh "People Power" pada 1998. Konflik berdarah menjadi bagian terpenting yang mengiringi mundurnya sang Penguasa orde baru tersebut. Ratusan bahkan ribuan korban jiwa menjadi tumbal sebuah perubahan peta kekuasaan politik di negeri ini. 

Gelora perubahan yang telah mencapai titik klimaks tersebut, memunculkan aura kebebasan yang bersandarkan kepada sistem Demokrasi yang layak, patut dan pantas. Sebuah sistem Demokrasi yang bebas dari belenggu otoritarianisme "one man show" ala orde baru yang mematikan kebebasan bersuara dan anti kritik.

Seiring dengan tumbangnya rezim orba di tahun 1998, semuanya berubah total. Parpol2 baru muncul bak jamur di siang hari. Euforia politik menyeruak lepas tanpa kendali. Nuansa dan marwah perubahan ke arah sistem demokrasi yang lebih baik menjadi kesepakatan bersama hampir semua elemen dan komponen bangsa saat itu.

Kini, hampir 25 tahun sejak tumbangnya rezim otoriter orde baru, kita mulai kembali bertanya: apakah cita2 dan keinginan "anti orba" tersebut sudah terwujud sesuai harapan? Apakah   kepemimpinan otoritarianisme sudah hilang? Apakah kebebasan berpendapat sudah benar2 menjadi budaya politik di masyarakat? Apakah konsep trias politika ala Montesquieu sudah diimplementasikan secara tegas di ketiga lembaga "pembagian kue kekuasaan" tersebut (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif)? Apakah cita2 keadilan sosial untuk seluruh anak bangsa telah terwujud secara merata?

KENISCAYAAN SIAP MENANG & SIAP KALAH

Demokrasi pada prinsipnya adalah kedaulatan di tangan rakyat. Artinya, rakyatlah yang memilih dan menentukan siapa yang akan menjadi wakil mereka di lembaga legislatif dan eksekutif untuk menyuarakan aspirasi dan melaksanakannya. 

Lembaga legislatif berfungsi menyerap dan menyampaikan aspirasi rakyat kepada lembaga eksekutif, untuk dipertimbangkan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan publik dan dilaksanakan untuk tujuan kemaslahatan umum. 

Selain itu, lembaga legislatif membuat aturan2 bersama Eksekutif, terkait dengan kesejahteraan umum, spt bidang ekonomi, budaya, politik, sosial dan keamanan-ketertiban. Fungsi kontrol atas kinerja eksekutif adalah salah satu tugas penting lembaga legislatif.

Begitu pula dengan pemilihan kepala pemerintahan (Lembaga Eksekutif) mulai dari Walikota, Bupati, Gubernur dan Presiden, dipilih oleh rakyat. Artinya, rakyat memberikan mandat dan amanah kepada seseorang yang mereka percayai untuk bisa memimpin menuju kesejahteraan, kemajuan dan kebaikan bersama.

Sejatinya, Demokrasi adalah sebuah sistem perwakilan dan pemberian mandat untuk kebaikan dan tujuan bersama dalam suatu organisasi negara. Artinya, Para Penguasa atau Eksekutif yang diamanahkan dan diberikan mandat oleh rakyat, harus berkomitmen dan tegak lurus kepada aspirasi dan kepentingan rakyat secara keseluruhan. 

Tak ada alasan apapun bagi Kaum elite yang mendapatkan kuasa, amanah dan mandat tersebut untuk bertindak hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Banyak kaum elite kita lupa, bahwa prinsip dasar dan filosofi sistem demokrasi itu menerima, menjalankan dan mempertanggungjawabkan amanah, mandat dan kepercayaan rakyat secara transparan, berkeadilan dan bertanggungjawab.

Sungguh sebuah pengkhianatan atas mandat dan kepercayaan yang telah diberikan dan dikuasakan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, jika para wakil rakyat dan pemimpin terpilih secara demokratis tidak melaksanakan amanah, kepercayaan dan mandat tersebut secara konsekwen dan konsisten.

"Mabuk" meraih kekuasaan dan jabatan yang makin marak dari para elite politik menjelang pemilu, pilpres dan pilkada harus selalu diarahkan untuk tujuan yang benar2 berdampak langsung kepada kebaikan, kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. 

Mereka sering lupa, bahwa hidup ini sebentar dan suatu saat akan sampai pada titik takdir yang kita semua tak pernah tahu menuju kehidupan akhirat. 

Adalah sebuah kebanggaan dan kebahagiaan, jika setiap elite politik bisa mewariskan nilai2 luhur dan mulia yang mampu membangkitkan elan kebangsaan dan kesejahteraan bersama setelah mereka berkuasa. Kekuasaan dan jabatan seharusnya sebuah pengabdian dan kebanggaan pribadi yang bisa menjadi kenangan.

Jadi, berkompetisilah secara terbuka, jujur dan penuh komitmen pada pemilu, pilpres dan pilkada 2024. Mentalitas siap menang dan siap kalah harus selalu ditanamkan kepada setiap calon legislatif, calon presiden/calon wakil presiden, calon gubernur, walikota dan bupati pada pilkada tahun depan.

Kekalahan berkompetisi yang sehat, jujur dan adil, Jauh lebih bernilai dan dihormati rakyat, dibanding kemenangan dengan penuh kecurangan. Kita semua wajib mengawal agar demokrasi di tanah air makin berkembang dan memberikan dampak positif kepada kemajuan dan kesejahteraan rakyat. 

Pemilu, pilpres dan pilkada adalah sarana menuju jabatan terhormat untuk kembali memberikan dedikasi dan kontribusi terbaik kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Melupakan dan mengkhianati mandat, kepercayaan dan amanah dari rakyat, sama dengan mengkhianati cita2 dan tujuan berbangsa & bernegara sebagaimana ditulis dalam pembukaan UUD 1945. Artinya, kaum elite politik terpilih telah melakukan kejahatan politik yang merusak dan merugikan keberlangsungan dan masa depan bangsa.

"Demokrasi diizinkan untuk memilih kandidat yang paling tidak Anda sukai." - Robert Byrne.

Bekasi, 28 September 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)