PINJAMAN ONLINE, BI CHECKING & MASA DEPAN PEKERJA INDONESIA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Generasi Muda Penerus Cita2 Bangsa)

 Baru2 ini viral berita tentang 5 (lima) lulusan "fresh graduate" yang tak diterima bekerja di sebuah perusahaan perbankan. Alasannya, mereka ternyata memiliki "masalah" dengan urusan kredit melalui pinjaman online alias "Pinjol". Mereka telah mendapatkan tanda "blacklist" dan masuk kedalam kelompok dengan skor 5 sebagaimana aturan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jika kita telusuri laman Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Penentuan skor kredit dilihat dari catatan kolektibilitas si calon debitur (pengambil kredit). 

Skor kredit yang diberikan dihitung dari 1-5. Berikut ini pembagian kategori kredit berdasarkan skor dalam BI Checking:

Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.

Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari.

Skor 3: Kredit Tidak Lancar, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari.

Skor 4: Kredit Diragukan, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari.

Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.

Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking.

Beberapa perusahaan khususnya perbankan, mulai menjadikan skoring BI Checking sebagai salah satu persyaratan utama untuk lulus seleksi penerimaan calon karyawannya. Mereka menganggap calon pekerja/karyawan yang memiliki masalah dengan kredit "pinjol", paylater dan sejenisnya, bisa berpengaruh panjang terhadap kinerja setelah diterima, apalagi nantinya bisa membebani perusahaan. 

Disisi lain, perusahaan menilai calon pekerja yang bermasalah dengan kemacetan pembayaran kredit, berbanding lurus dengan sikap atau integritas calon pekerja. Artinya, sikap (attitude) calon pekerja tersebut diragukan, karena tidak disiplin, tidak konsisten dan kurang punya rasa tanggungjawab atas hutang yang sudah diperbuat). 

Benarkah alasan2 sepihak diatas bisa dijadikan tesis argumentatif oleh perusahaan dalam sistem rekrutmen dan seleksi karyawan? Bisakah alasan "wanprestasi" keperdataan yang notabene adalah urusan perseorangan yang tidak terkait dengan kompetensi, knowledge, profesionalitas & attitude dijadikan dasar dalam prasyarat kelulusan rekrutmen dan seleksi calon karyawan?

URUSAN PERSEORANG VS KEBUTUHAN KOMPETENSI

Hutang-piutang seseorang adalah bagian dalam proses hukum keperdataan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hutang piutang adalah (uang) yang dipinjam dari dan yang dipinjamkan kepada orang lain. 

Sedangkan menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), Hutang piutang disebut dengan perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 yang menyebutkan: “Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. 

Artinya, ranah hutang piutang murni ranah perseorang/badan hukum yang terkait dengan perjanjian antara kedua belah pihak, yang didalamnya memuat mekanisme pembayaran utang, tenor, bunga dan langkah yang ditempuh jika salah satu pihak gagal menunaikan kewajiban (wanprestasi). 

Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya pada Pasal 19 ayat 2 diatur bahwa “Tiada seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian hutang piutang”. 

Apabila merujuk pada Pasal tersebut diatas, maka jelas bahwa seseorang tidak dapat dipidana karena sengketa utang piutang, walaupun ada laporan yang masuk ke pihak kepolisian.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkara utang piutang tidak dapat dipidanakan hanya karena salah satu pihak tidak mampu memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang seperti tidak mampu melunasi utangnya, kecuali dalam hal ini salah satu pihak telah melakukan penipuan dalam membuat perjanjian utang piutang tersebut.

Kembali kepada proses rekrutmen dan seleksi calon karyawan yang menpersyaratkan masalah hutang piutang sebagai salah satu aspek penting kelulusan seleksi, tentu saja hal ini tak relevan dengan tujuan, kepentingan dan misi perusahaan dalam mencari calon pekerja/karyawan. 

Dimanapun, sistem rekrutmen dan seleksi calon pekerja/karyawan, sudah pasti lebih fokus kepada kesesuaian kompetensi, ketrampilan/skill, pengetahuan dan sikap & perilaku (attitude & integritas) calon pekerja dengan "job requirements" & "job specifications" yang sudah ditetapkan perusahaan.

Menjadikan urusan pribadi (keperdataan) calon pekerja seperti BI Checking tersebut sebagai salah satu persyaratan rekrutmen dan seleksi calon karyawan, menunjukkan perusahaan sudah masuk ke ranah pribadi/perdata seseorang. Hal ini secara otomatis, sudah pasti telah melanggar hak asasi calon pekerja, karena tak memiliki relevansi dengan kepentingan perusahaan.

Wanprestasi seseorang dalam melakukan pembayaran hutang piutang, adalah ranah pribadi. Urusan dan kepentingan perusahaan adalah, bagaimana bisa menyelaraskan kompetensi, knowledge dan attitude karyawan dengan kebutuhan kualifikasi dan spesifikasi yang sudah ditetapkan perusahaan.

Ketidakmampuan calon pekerja dalam membayar hutang piutang, tak bisa langsung dianggap sebagai tak memiliki integritas. Banyak alasan2 yang membuat seseorang tak mampu dalam melunasi hutang piutangnya, sebagaimana juga perusahaan bisa memiliki hutang piutang dalam berkegiatan bisnisnya.

Bisa jadi jika setelah calon pekerja tersebut diterima bekerja nantinya, mereka memiliki niat untuk melunasi hutang piutang yang sejatinya tidak mereka inginkan sebelumnya.

Adalah tugas kita bersama untuk selalu memberikan pemahaman dan penyadaran kepada adik2 generasi muda, terkait dengan risiko pinjol dan sejenisnya ini.

Kehati-hatian dan mempelajari secara saksama atas segal risiko yang terjadi dalam setiap pengajuan pinjaman2 online, adalah sebuah keniscayaan.

Bagi perusahaan2 khususnya para Praktisi HTRD, dihimbau untuk lebih bijaksana dan arif dalam mebuat sistem dan aturan rekrutmen & seleksi calon karyawan. Kekeliruan dan kesalahan fatal dalam membuat aturan2 dan sistem, akan menutup peluang, kesempatan bahkan mendemotivasi calon2 pekerja usia muda untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan kompetensinya.

Model BI Checking dalam sistem rekrutmen dan seleksi calon karyawan telah melanggar hak asasi manusia (HAM) calon pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (Pasal 27 ayat 2 UUD 1945) dan merampas kesempatan kerja (Pasal 5 UU No 13 tahun 2003). Perbuatan dan permasalah Perdata bukan kasus kriminal (kejahatan) yang merugikan kepentingan umum. 

Hentikan persyaratan BI Checking sebagai salah satu persyaratan rekrutmen dan seleksi calon karyawan, berfokuslah mengimplementasikan sistem rekrutmen dan seleksi yang lebih berorientasi kepada peningkatan kompetensi, integritas, profesionalisme, kinerja dan produktivitas calon karyawan untuk semata-mata kemajuan bisnis perusahaan dan kesejahteraan pekerja.

Setiap perusahaan memiliki visi, misi, strategi dan budaya perusahaan yang diatur jelas dalam PP ataupun PKB. Jika seorang calon pekerja lulus dalam tahapan rekrutmen dan seleksi karyawan, pastikan mereka memahami, menguasai, mengimplementasikan dan mematuhi PP/PKB secara konsisten dan konsekwen.

"Bekerjalah dalam diam dan biarkan kesuksesan Anda yang bersuara nyaring.” - Frank Ocean

Bekasi, 27 Agustus 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)