BAMSOET PAMER MOBIL MEWAH DI ACARA KENEGARAAN HUT RI Ke 78: TAK PUNYA EMPATI? Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemikir Kebangsaan)
Diberitakan oleh sejumlah media cetak dan elektronik, Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet membawa mobil pribadi super mewah Bentley S3 continental flying spur keluaran 1962-1965 bermesin kapasitas 6230 cc ke acara kenegaraan sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR-DPD 2023.
Sesuai info, harga mobil yang dpasang no pol RI 5 tersebut setara dengan 4.7 miliaran rupiah. Pertanyaannya, layak dan pantaskah sebagai seorang Ketua MPR-RI yang notabene Pemimpin lembaga tinggi negara menghadiri acara resmi kenegaraan membawa dan pamer mobil mewah? Bukankah sebagai Ketua MPR-RI, beliau sudah diberikan fasilitas kendaraan resmi beserta sopir oleh negara? Kenapa harus pamer mobil mewah disaat masih banyak anak bangsa kesulitan ekonomi di usia RI ke 78? Bukankah sebagai salah satu Pemimpin Bangsa harus memberikan keteladan dan menunjukkan rasa empati terhadap mayoritas rakyat yang masih miskin?
PEMIMPIN, KETELADANAN & EMPATI
Berdasarkan laporan Bank Dunia per Nov 2022, peningkatan harg2 terutama bahan pokok, telah memicu penurunan daya beli masyarakat. Terkait hal ini, Bank Dunia meninggikan standar minimal garis kemiskinan moneter terbaru berdasarkan "purchasing power parity" (PPP) sebesar US$ 2,15 (Rp. 33.756) per hari dari sebelumnya sebesar US$ 1.9 per hari. Artinya, sekitar 33 juta orang kelas menengah kebawah di Asia, turun kelas menjadi kategori miskin ekstrim.
Jika mengacu kepada rilis Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2022, penduduk miskin RI tercatat hampir 10% dari total populasi atau sekitar 27 juta orang. Untuk ketimpangan/kesenjangan ekonomi di Indonesia, berdasarkan data BPS per Maret 2023, rasio/koefisien gini RI sebesar 0,388 poin dari skala 0-1. Artinya, tingkat kesenjangan/ketimpangan ekonomi RI masih cukup tinggi.
Ditengah-tengah kondisi ekonomi sebagian rakyat yang masih sulit dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan makan dan hidup sehari-hari, sungguh tak elok dan tak pantas para Pemimpinnya menunjukkan hidup mewah, apalagi saat menjalankan tugas resmi kenegaraan.
Tantangan seorang Pemimpin publik sangat berat. Pemimpin publik digaji dan dibiayai dari uang hasil keringat rakyat. Mereka seharusnya memahami dan menyadari, bahwa jabatan publik yang diemban adalah semata-mata untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Sistem Pemerintahan di negara Demokrasi sangat jauh berbeda dengan sistem negara kerajaan ataupun otoriter. Di negara Demokrasi, Pemimpin2 negara umumnya dipilih oleh rakyat, diberikan mandat oleh rakyat, agar nantinya setelah menjabat bisa memberikan nilai tambah dan kontribusi positif sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini berbeda dengan negara bersistem kerajaan ataupun otoriter, dimana Para Pemimpin berdasarkan dinasti dan memiliki kekuasaan sangat besar dan bahkan tak terbatas tanpa didukung oleh sistem kontrol lembaga2 resmi negara sebagaimana sistem yang berlaku di negara demokrasi.
Dengan usia NKRI yang makin matang dan dewasa di 78 tahun ini, kita juga berharap agar para Pemimpin negeri ini makin matang, bijak, dewasa & arif dalam setiap pengambilan kebijakan, keputusan dan tingkah laku mereka sehari-hari.
Pemimpin publik adalah Pelayan Rakyat (Public servant), bukan Penguasa (Ruler). Sudah seharusnya Pemimpin publik lebih memahami dan menyadari status dan jabatannya secara filosofis, agar dalam setiap gerak langkah, mampu dan bisa memberikan kepuasan dan penerimaan (contentmen & acceptance) oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Pemimpin adalah teladan. Rakyat memilih Pemimpin, dengan harapan agar sang Pemimpin bisa memberikan keteladanan dan rasa empati yang pantas terhadap pemilihnya. Pemimpin publik harus juga bisa membedakan aktifitas2 pribadi dan aktifitas2 resmi yang seharunya sudah memiliki pakem dan etika tertentu, agar tidak menjadi kontroversi di masyarakat.
Menjadi Pemimpin, harus siap disorot, dikritik dan menjadi "fokus diskursus" publik. Di negara manapun, Pemimpin publik dituntut "sempurna" oleh rakyatnya. Setidaknya mereka harus mampu dan bisa menyerap aspirasi dan memiliki empati terhadap kondisi rakyatnya.
"Tugas pemimpin bukan untuk membuat pengikutnya mengerti, tapi untuk membuat pengikutnya percaya." - Bong Chandra
DIRGAHAYU NEGERIKU, JAYALAH BANGSAKU, JADILAH PANUTAN DAN TELADAN WAHAI PARA PEMIMPINKU!
Bekasi, 20 Agustus 2023
Komentar
Posting Komentar