Reshuffle Kabinet Jokowi & Politik Balas Jasa Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati untuk Kebaikan & Perbaikan Bangsa)
Lagi, untuk ke 5 (lima) kalinya Jokowi melakukan perombakan kabinet alias "reshuffle" kabinet. Senin/17 Juli 2023 Jokowi melantik salah satu relawan loyalnya menjadi Menkominfo sebagai pengganti Johny G Plate dari Partai Nasdem yang ditahan karena kasus korupsi. Selain itu, beberapa Wakil Menteri diangkat dan dilantik untuk "menambah dan melengkapi" jabatan yang dinilai tak "urgent" dan terkesan bagi2 "kue jabatan politik". Tak bisa dipungkiri, perombakan kabinet kali ini sangat terkesan berbagi jatah sebelum berakhir masa jabatan Presiden, agar semua loyalis dan pendukung Jokowi secara merata mendapatkan jabatan2 politik yang menggiurkan.
Presiden memang memiliki hak istimewa alias hak prerogatif yang absolut sebagaimana diatur pasal 17 UUD 1945 yang berbunyi: "Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri serta membentuk, mengubah dan membubarkan kementerian negara".
Namun, seringnya perombakan kabinet, pergantian dan penambahan jabatan Wakil Menteri yang terkesan bagi2 "jabatan politik" kepada loyalis dan pendukung tanpa memperhatikan kompetensi dan "track record", terlihat jelas kurang profesional dan bisa merusak kredibilitas Presiden dimata masyarakat.
Dasar pemilihan seseorang untuk menduduki jabatan di kabinet yang nota bene membutuhkan kompetensi yang jelas dan "the right man in the right place" tersebut tidak jelas dan tak memiliki standar ukuran yang sesuai dengan harapan publik.
Walhasil, pengisian jabatan di kabinet lebih terlihat sebagai "Politik balas jasa", bukan "Politik kompetensi & profesionalisme".
Menteri ataupun Wakil Menteri bukan jabatan politis semata, namun juga perlu orang yang memiliki visi dan wawasan jelas, kompetensi memadai dan profesionalisme terukur, agar benar2 mampu memimpin lembaga kementerian yang mendukung tugas2 presiden secara sektoral dan komprehensif.
Kita teringat di era orde baru pada awal2 Soeharto berkuasa, setidaknya dalam 4 (empat) periode berkuasa, beliau lebih banyak memilih dan mengangkat Menteri2 dari kaum intelektual dan Profesional yang benar2 paham dan menguasai permasalahan. Secara terminologi, pemilihan dan pengangkatan Menteri di era Orde baru disebut sebagai "Zakeen Kabinet" alias Kabinet yang diisi oleh orang2 berkompeten, intelektual, profesional dan "the right man in the right place". Tujuannya, agar program kerja di kementerian bisa lebih berwawasan, memiliki visi jelas, terprogram jelas dan inovatif sesuai dengan asas dan prinsip intelektualisme.
Namun sangat disayangkan, sejak dimulai era reformasi tahun 1998 sampai saat ini, pengisian posisi Menteri lebih banyak berdasarkan aspek politis, kedekatan dengan Penguasa dan hasil kolaborasi Politisi/Parpol berkuasa (the ruling party) dan kaum Pengusaha.
Lantas, seberapa mendesak dan penting perombakan kabinet dan penambahan banyak Wakil Menteri dipenghujung masa jabatan kedua Presiden Jokowi? Kenapa terkesan bagi2 "kue kekuasaan" kepada loyalis setia? Apa dampaknya terhadap kredibilitas Pemerintahan Jokowi di tahun politik menjelang Pemilu 2024?
PEMBOROSAN APBN & BELUM "URGENT"
Kita tahu, penggunaan APBN negara harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemasukan dana APBN secara mayoritas didapatkan dari Pajak, Retribusi dan sejenisnya yang bersumber dari rakyat. Adapun kekurangan dalam penganggaran APBN didapatkan dari hutang negara kepada Bank Dunia dan Lembaga2 Pinjaman Internasional, multilateral dan bilateral. Penggunaan dana APBN harus benar2 digunakan dengan efektif, efisien, terukur dan memiliki "outcome" yang berdampak positif terhadap perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Penambahan jabatan Wakil Menteri, memiliki dasar yang tak jelas. Seharusnya ada alasan2 logis dan argumentatif yang terukur, serta berdasarkan evaluasi jelas dalam penambahan jabatan baru yang relatif menguras APBN tersebut. Apalagi di setiap Kementerian, para Menteri sudah memiliki banyak Staff Khusus yang membantu Menteri secara langsung dalam tugas sehari-hari disamping sejumlah jabatan struktural birokrasi seperti Direktur Jenderal (Dirjen) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen).
Akan lebih elok prioritas dana APBN saat ini diberikan kepada program2 peningkatan kesejahteraan rakyat miskin, subsidi dan penggratisan biaya sekolah untuk anak2 didik tak mampu, penurunan tingkat prosentase anak didik putus sekolah dan peningkatan ketrampilan kewirausahaan bagi para pengangguran agar bisa berbinis dan mandiri.
Skala prioritas dalam penggunaan dana negara dan milik rakyat melalui APBN benar2 memiliki tujuan dan target yang jelas, agar kesenjangan kesejahteraan, target minimal pendidikan 12 tahun secara merata di seluruh Indonesia, penurunan tingkat pengangguran dan subsisi biaya kesehatan terhadap rakyat miskin bisa dituntaskan, setidaknya diminimalisir.
Program2 kerja yang pro rakyat harus lebih mendapatkan perhatian utama pemerintah kedepan. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, rerata tingkat pendidikan tenaga kerja, produktivitas dan daya saing SDM yang relatif masih rendah, perlu mendapatkan perhatian khusus agar SDM Indonesia mampu menjadi "Pemain Utama" di era revolusi 4.0 dan "society 5.0", bukan justru sebalikya, menjadi tamu di rumah sendiri.
Ukuran impian Anda harus selalu melebihi "kapasitas Anda saat ini untuk mencapainya. Jika impian Anda tidak membuat Anda takut, itu tidak cukup besar." - Ellen Johnson Sirleaf.
Bekasi, 18 Juli 2023
Komentar
Posting Komentar