IRONI APBN PENDIDIKAN 20% & MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN DI INDONESIA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)

 lagi, peristiwa rutin di bidang pendidikan di negeri ini kembali berulang pada setiap tahun ajaran baru di bulan Juni dan Juli. Para orang tua disibukkan dan dipusingkan dengan pembiayaan masuk sekolah untuk anak2 mereka yang makin mahal bahkan sudah tak terjangkau oleh kemampuan ekonomi mereka saat ini.

Banyak orang tua, demi menyekolahkan anak2nya di SD, SMP, SMA/SMK dan Universitas, harus pontang-panting mencari sumber dana untuk membiayai sekolah anak2 mereka dengan segala cara, agar masa depan pewaris keluarga tersebut bisa dicapai dan diraih sesuai harapan dan cita2.

Kenaikan biaya2 untuk masuk sekolah baru atau kenaikan kelas setiap tahun, pasti terus meningkat seiring dengan tingginya  biaya2 sarana dan pra-sarana yang mendukung keberlangsungan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi.

Jeritan para orang tua setiap tahun ajaran baru, khususnya beban biaya pendidikan yang makin tinggi, sudah menjadi tradisi yang selalu berulang dan tak pernah terselesaikan dengan baik sampai saat ini. Item2 pembiayaan untuk masuk sekolah baru dan kenaikan kelas makin bertambah. Bahkan muncul tradisi dan seremoni yang terkesan pemborosan, inefisien dan tak relevan, terkait dengan upacara wisuda bagi lulusan TK, SD, SMP dan SMA/SMK yang hampir persis sama dengan wisuda sarjana di perguruan tinggi.

Kenaikan biaya pendidikan setiap tahun jika dibandingkan dengan rata2 kenaikan gaji/upah/pendapatan pekerja atau karyawan, bisa diibaratkan seperti model teori formula pertumbuhan penduduk ala Robert Malthus, dimana variabel deret ukur dan deret hitung menjadi faktor penentu. 

Rerata prosentase kenaikan biaya pendidikan setiap tahun mengikuti formulasi deret ukur (2, 4, 8, 16, 32, dstnya), sementara prosentase kenaikan gaji/upah/income pekerja setiap tahun mengikuti formulasi deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, dstnya). Walhasil, biaya pendidikan terasa makin mahal, bahkan bisa jadi untuk level pendidikan perguruan tinggi hanya akan diisi oleh kalangan masyarakat "the have", kelas "Sultan" & memarjinalkan kelompok masyarakat menengah kebawah yang jumlahnya mayoritas di masyarakat kita.

Lantas, bagaimana dengan alokasi APBN 20% untuk bidang pendidikan yang diatur jelas dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 amandemen ke 4? Apakah benar2 sudah efektif untuk meringankan biaya pendidikan masyarakat secara komprehensif atau justru banyak terjadi kesalahan pengalokasian pembiayaan secara faktual? Kenapa dengan alokasi terbesar 20% APBN untuk bidang pendidikan, justru makin memberatkan biaya pendidikan bagi masyarakat, khususnya menengah kebawah? Bukankah dengan alokasi anggaran yang makin besar, akan berdampak secara linier terhadap peningkatan rerata tingkat pendidikan masyarakat dan kualitas pendidikan pada umumnya?

APBN PENDIDIKAN 20% VS REALITAS KETIMPANGAN PENDIDIKAN

Pemerintah mulai merealisasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total APBN mulai 2009. Tujuannya tentu untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di Indonesia dibanding negara lain serta mempersempit jurang pendidikan bagi seluruh level masyarakat. 

Dalam kurun waktu 2009-2014, anggaran pendidikan merupakan anggaran terbesar kedua dalam APBN. Sejak tahun 2015, anggaran pendidikan menjadi yang terbesar dalam belanja APBN.

Berdasarkan data resmi yang didapatkan, ternyata mayoritas pengeluaran anggaran pendidikan dialokasikan untuk implementasi program2 Pemerintah seperti merdeka belajar, kampus merdeka, gaji tenaga pendidik, akses mutu layanan pendidikan dan digitalisasi pendidikan serta litbang pendidikan. Artinya, alokasi anggaran pendidikan belum menyentuh program subsidi ataupun membantu pengurangan beban biaya sekolah bagi golongan masyarakat menengah kebawah.

Mengacu kepada "world population review" tahun 2021, posisi kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke 54 dari total 78 negara. Hal ini menunjukkan kualitas pendidikan di tanah air masih perlu ditingkatkan secara signifikan, karena sebagai negara yang tergabung dalam kelompok negara G7 dan memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di ASEAN, sungguh sangat bertolak belakang antara peringkat kualitas pendidikan dengan keberadaan RI sebagai salah satu negara yang memiliki level ekonomi yang cukup tinggi dia antara negara2 maju di dunia.

Tak pelak lagi, fokus dan  prioritas Pemerintah, khususnya dalam meningkatkan level pendidikan masyarakat menengah kebawah harus lebih ditingkatkan secara signifikan, agar tingkat putus sekolah SD, SMP bahkan SMA/SMK karena faktor ketidakmampuan dalam pembiayaan agar lebih bisa ditekan. 

Campur tangan Pemerintah, khususnya Kemendikbud dalam memberikan subsidi dan keringanan biaya pendidikan kepada masyarakat menengah kebawah, sangat vital untuk tetap mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar mampu bersaing di kancah global.

Peningkatan level pendidikan SDM Indonesia dalam menyongsong era revolusi 4.0 dan era "society 5.0" dengan dominasi teknologi AI yang makin merajalela harus menjadi prioritas utama. Alokasi anggaran pendidikan APBN yang berjumlah 20% harus lebih difokuskan kepada subsidi dan pengurangan biaya2 pendidikan mulai level SD sampai Perguruan Tinggi, agar tujuan awal peningkatan alokasi pendidikan 20% APBN benar2 terwujud sebagaimana mestinya, bukan cuma jadi "macan kertas", namun lemah dalam implementasi.

Amanah Konstitusi terkait dengan alokasi dana pendidikan 20% dari APBN sudah sangat jelas disebutkan dalam Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 amandemen ke 4. Tinggal Pemerintah cq Kemendiknas untuk merealisasikan secara lebih teknis dan implementatif untuk tujuan pemerataan pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan dan SDM Indonesia agar bisa lebih produktif dan berdaya saing di fora Internasional.

"Pengetahuan sejati adalah mengetahui sejauh mana ketidaktahuan seseorang." - Confucius

Bekasi, 12 Juli 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANIES, KOALISI BESAR & MASA DEPAN DEMOKRASI KITA Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Hukum & Demokrasi)

POLITIK, PEMIMPIN & PANUTAN Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)

TRAGEDI POLITIK ANIES & TIRANI PARPOL Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)