KASUS PONPES AL-ZAYTUN: AJARAN SESAT ATAU SKENARIO MERUSAK ISLAM? Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pengamat, Sosial-Politik, Hukum & Ketenagakerjaan)
Ponpes Al-Zaytun tak henti-hentinya membuat kontroversi sejak berdiri tahun 1993. Baru2 ini, Ponpes yang berlokasi di Indramayu tersebut didemo oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Forum Indramayu Menggugat (FIM). Mereka menuntut agar Ponpes Al-Zaytun ditutup dan Pimpinannya Panji Gumilang dibawa ke ranah hukum, karena telah menistakan agama.
Berdasarkan informasi dari media massa, ternyata Ponpes ini memiliki banyak masalah. Mulai dari penguasaan tanah secara ilegal, perijinan aset2 spt galangan kapal dan dermaga sampai kasus pemerkosaan serta sejumlah ajaran2 ritual keislaman yang menyimpang.
Banyak publik bertanya-tanya, kenapa Pondok Pesantren yang kontroversial tersebut sejak berdirinya di tahun 1993 sampai saat ini bisa tetap beroperasi dengan aman, seperti layaknya sebuah lembaga eksklusif yang "untouchable" oleh pihak manapun, termasuk kekuasaan pusat?
MERUSAK CITRA ISLAM
"Karena setitik nila, rusak susu sebelanga". Pepatah kuno tersebut, sangat tepat disematkan pada kasus2 Ponpes Al-Zaytun. Kasus2 menyimpang, pelecehan, penistaan dan pelanggaran hukum yang sudah lama terjadi di Ponpes ini, benar2 secara konsisten merusak citra Islam di Indonesia bahkan di mata dunia Internasional.
Lembaga Pondok Pesantren di Indonesia, sudah menjadi bagian dalam tradisi keagamaan dan budaya luhur di tanah air sejak zaman sebelum kemerdekaan. Peran Pondok Pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan islam terstruktur, sistematis dan masif dalam menciptakan generasi2 muda yang agamis, beradab dan modern, namun juga ikut serta secara pro-aktif dalam perjuangan kemerdekaan sampai mengisi zaman kemerdekaan RI dengan ikut menjalankan roda pemerintahan negara di segala sektor dan bidang kehidupan masyarakat.
Kasus2 kontroversial yang dilakukan di Ponpes Al-Zaytun, telah mencoreng, menista dan melecehkan ajaran2 Islam yang sudah baku dan standar sebagaimana diatur dalam Al Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Mereka bahkan telah melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hal ini harus segera diambil tindakan hukum yang tegas oleh Pemerintah sebagaimana mestinya.
Umat Islam di Indonesia berjumlah lebih kurang 85% dari total penduduk 270 juta orang. Kesabaran mayoritas umat Islam Indonesia sudah sangat teruji dengan tingkah-polah Al-Zaytun sejak berdirinya Ponpes tersebut sampai saat ini. Namun, kesabaran manusia, apalagi terkait dengan ajaran2 agama yang sakral, tentu memiliki batas yang mengacu kepada akal, rasio dan hati nurani yang manusiawi.
Aksi2 demo besar2an yang dilakukan oleh masyarakat Forum Indramayu Menggugat (FIM) atas kasus2 kontroversial Ponpel Al-Zaytun, sudah cukup mewakili perasaan dan kesabaran mayoritas umat Islam Indonesia.
Kita tak ingin aksi2 demo tersebut justru makin membesar dan merusak stabilitas politik & keamanan di tanah air menjelang pemilu 2024 ini.
Pemerintah cq Kemenag RI serta MUI dan Polri harus duduk bersama untuk mengkoordinasikan dan menyusun langkah2 strategis untuk menyelesaikan permasalahan yang "bak api dalam sekam" tersebut secara tuntas.
Tak ada warga negara ataupun lembaga manapun di negeri Pancasila ini "kebal hukum" dan semau gue membuat ajaran2 menyimpang dari agama2 yang sudah diakui negara berdasarkan Konstitusi UUD 1945 & Pancasila.
Supremasi hukum (Supremacy of Law) harus ditegakkan secara konsisten dan konsekwen. Pelanggar hukum harus ditindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan pilih kasih, agar hukum benar2 menjadi acuan utama dalam setiap gerak-langkah kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah air.
Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam - Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun.
Bekasi, 23 Juni 2023
Komentar
Posting Komentar