AL-ZAYTUN TAK TERSENTUH, ADA APA? Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pengamat Sosial-Politik, Hukum & Ketenagakerjaan)
Hari2 kita dihebohkan dengan kasus2 Ponpel Al-Zaytun di Indramayu yang banyak membuat kontroversi di masyarakat. Ponpes tsb mengajarkan ritual2 Islam yang sangat menyimpang dari ritual yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul. Bakan terjadi kasus pemerkosaan yang ditutup-tutupi oleh internal Ponpes tsb.
"Bau menyengat" penyimpangan ekstrim ajaran Islam di Ponpes tersebut sebenarnya sudah lama dicium oleh khalayak masyarakat di Indramayu khususnya bahkan Indonesia pada umumnya. Namun, selalu saja informasi2 tersebut tak ada kelanjutannya oleh pihak2 berwenang, agar ajaran2 agama Islam tidak "diselewengkan" secara sepihak dan struktural oleh para pimpinan Al-Zaytun.
Ponpes tsb sudah berdiri sejak 1993. Artinya, sudah beroperasi 20 tahun dengan memiliki ribuan santri dan lulusannya yang sudah bercampur baur dengan masyarakat umum.
Lantas, kenapa kasus2 kontroversial di ponpes tersebut tak pernah dituntaskan bahkan terkesan eksklusif dan "untouchable" oleh pihak2 berwenang di negeri ini.
KENAPA AL-ZAYTUN BEGITU "PERKASA"?
Ponpes Al-Zaytun terkenal dengan gedung2 megah, lahan luas, punya galangan kapal dan sejumlah aset wah yang luar biasa. Dengan kemegahan dan kelengkapan sarana & prasarana yang ada ini, Al-Zaytun bisa menarik banyak calon2 santri dari seluruh Indonesia bahkan dari luar negeri. Adalah sebuah kebanggaan bagi sekelompok masyarakat kelas menengah keatas, bisa mengirim anak2nya menjadi santri di Ponpes tersebut.
Masyarakat kita, khususnya golongan menengah keatas, biasanya selalu melihat wujud luar dan kemewahan sebuah lembaga pendidikan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Dalam fikiran mereka, gedung mewah, sarana dan prasarana super lengkap, menandakan lembaga pendidikannya juga sangat bagus secara keseluruhan. Tapi, apakah hal tersebut berbanding lurus dengan kurikulum pendidikan dan pengajarannya? Hal seperti ini yang sering kurang menjadi perhatian, pertimbangan dan referensi masyarakat dalam mengirimkan anak2nya untuk menjadi murid atau santri lembaga pendidikan.
SEGERA TUNTASKAN KASUS AL-ZAYTUN
Kita berharap kepada Pemerintah, agar segera mengambil langkah dan tindakan cepat dan strategis, agar kasus2 Al-Zaytun yang banyak menguras fikiran, tenaga, waktu dan energi kita, bisa segera terselesaikan secara hukum.
Kasus2 Al-Zaytun tak bisa diselesaikan secara "adat" atau musyawarah, tapi harus diproses secara hukum. Hukum harus menjadi sarana utama untuk memberikan keadilan kepada semua pihak, apakah itu masyarakat yang mendemo Ponpes tsb via Forum Indramayu Menggugat (FIM) maupun Pengurus Ponpes Al-Zaytun itu sendiri.
Kebenaran atau kekeliruan ajaran2 dan ritual2 menyimpang di Ponpes Al-Zaytun harus diuji di Pengadilan secara faktual, ilmiah, objektif dan berkeadilan. Asas hukum "presumption of innocence" alias praduga tak bersalah harus diterapkan sampai Pengadilan membuat Putusan, apakah Al-Zaytun telah melanggar hukum positif yang berlaku. Tentu saja peran serta MUI sebagai lembaga paling kompeten dalam memberikan masukan dan fatwa keagamaan terkait penyimpangan2 Al-Zaytun sangat penting dan menjadi acuan utama Pengadilan dalam membuat putusan hukum.
Dari kasus Al-Zaytun ini, bisa memberikan pembelajaran untuk kita semua, bahwa keterbukaan, pengawasan dan penegakkan hukum untuk keberlangsungan dan keberlanjutan sebuah Ponpes, menjadi landasan utama dalam menciptakan stabilitas keamanan, sosial dan politik di masyarakat.
Bangsa kita lemah dalam pengawasan dan penegakkan hukum! Pengawasan, dalam bidang apapun, jika dilakukan secara efektif, bersih, berintegritas dan profesional, akan selalu mendukung lembaga2 apapun untuk selalu "on track" dan tidak melakukan penyimpangan2 sebagaimana sudah diatur sebagaimana mestinya.
Begitu pula, penegakan hukum, tak ada pandang bulu, tak diskriminatif, tegas, berani, konsisten dan menjadikan hukum sebagai panglima dalam kehidupan sehari-hari, akan membuat setiap orang atau lembaga manapun untuk takut melanggar aturan dan hukum yang berlaku.
Semua itu tentu berawal dari niat alias "willingness" dan "goodwill" Pemerintah beserta aparat hukum untuk mengimplementasikan "supremacy of law" dalam menjalankan roda pemerintahan dan tugas2 penegakkan hukum sebagaimana mestinya.
Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus- sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.
Bekasi, 24 Juni 2023
Komentar
Posting Komentar