PROGRAM PEMAGANGAN & TANTANGAN KEDEPAN Oleh: Yosminaldi, SH. MM (Mahasiswa Doktoral MSDM Univ. Negeri Jakarta) Ketua Umum FK-HR EJIP & Praktisi Senior HRD

 

Pemerintah cq Kemnaker RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 36 tahun 2016 tentang Program Pemagangan. Karawang & Bekasi ditetapkan sebagai proyek percontohan di tingkat nasional.  Alasannya, karena kedua Kabupaten tersebut adalah “lumbung” Industri Manufaktur terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Setelah itu, program-program pemagangan akan terus bergulir di seluruh Indonesia sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Tujuan utama diadakannya program pemagangan adalah sebagai bentuk persiapan bersistem pelatihan kerja bagi calon pekerja baru sebelum diangkat menjadi pekerja tetap, dimana dengan status magang, perusahaan dibolehkan memberikan “gaji” yang nilainya 75 - 80% dari upah minimum.

Pada program pemagangan, calon pekerja akan diberikan pelatihan – bersertifikasi kompetensi - terlebih dahulu oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk diberikan bekal teori (25% dari total alokasi magang) dan selanjutnya perusahaan akan menerima mereka melakukan praktek langsung di perusahaan terkait (75% dari total alokasi magang) dengan masa magang 6 (enam) bulan atau maksimal 12 (dua belas bulan) sebelum ditetapkan sebagai karyawan (kontrak atau tetap).

Namun kebijakan program pemagangan ini cukup mendapatkan reaksi pro & kontra dari sejumlah Serikat Pekerja. Mereka menengarai program pemagangan yang digagas pemerintah melalui payung hukum Permenaker tersebut sebagai kedok upah murah bagi buruh.

Esensi Program Pemagangan

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program pemagangan dengan merujuk pada Permenaker No 36 tahun 2016, khususnya persyaratan utama yang harus dipenuhi calon peserta magang adalah: Peserta magang harus pencari kerja di dalam negeri, Usia paling rendah bagi calon pemagang 17 tahun dan harus mendapatkan persetujuan dari orang tua yang bersangkutan.

            Untuk perusahaan penerima peserta pemagangan, harus memiliki infrastruktur yang menunjang, memiliki program & system pemagangan dalam perusahaan, dan wajib menyediakan pembimbing magang yang bertujuan mendampingi peserta. Berdasarkan Permenaker No. 36 tahun 2016, perusahaan wajib pelaksana program pemagangan wajib memberikan hak pemagang yang menyerupai pekerja tetap, misalnya menyediakan fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mendapatkan jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan & BPJS Kesehatan), mendapatkan uang saku dan sertifikat kompetensi.

Pekerja yang berstatus  magang, sudah pasti hanya akan mendapatkan uang saku. Komponennya terdiri dari uang transport, uang makan, dan insentif. Selain itu, sebuah perusahaan dibatasi hanya boleh menerima peserta magang maksimal 30% dari total jumlah karyawan.

Kontroversi Program Pemagangan

Implementasi program pemagangan banyak memunculkan polemik, dimana dengan adanya program tersebut, memunculkan peluang usaha baru, dengan banyaknya berdiri Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), karena dunia industri banyak yang belum siap dalam menyusun system dan implementasi program pemagangan berdasarkan aturan dan ketentuan yang ditetapkan Pemerintah.

Disamping itu, pekerja magang menjadi objek praktik kerja dengan system upah murah. Hampir dalam setiap event perayaan dan kegiatan kaum buruh, issue kerja magang selalu muncul dan menjadi ajang penolakan oleh Serikat Pekerja.

Ada satu hal penting yang perlu menjadi perhatian, dimana pada Permenaker No. 36 tahun 2016, tidak menyebutkan bahwa peserta magang secara spontan akan beralih menjadi pekerja tetap setelah mengikuti program magang dalam rentang waktu 6 (enam) bulan sampai12 (dua belas) bulan.

Pemerintah berargumentasi, bahwa program pemagangan merupakan program terstruktur dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja, dimana sebelum diangkat sebagai karyawan tetap, seorang calon pekerja harus melalui tahapan-tahapan pemagangan yang berisikan program pendidikan dan pelatihan yang nantinya akan mendapatkan sertifikat kompetensi sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang diberikan. Selain itu, program pemagangan merupakan wujud komitmen pemerintah dalam meningkatkan daya saing Tenaga Kerja Indonesia.

Kesimpulan & saran

Program pemagangan memiliki tujuan mulia, dimana pemerintah berusaha membuka peluang sebesar-besarnya kepada warga negara yang berusia minimal 17 (tujuh belas) tahun untuk memiliki kompetensi tertentu, untuk selanjutnya bisa bekerja sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan oleh perusahaan.

Program pemagangan telah memilik dasar hukum yang jelas, namun diperlukan evaluasi ulang agar semua pihak, khususnya Serikat Pekerja bisa mengerti dan menerima program pemagangan tersebut, agar tidak menilai program tersebut sebagai “taktik” upah murah, setidaknya untuk 6 (enam) bulan atau 12 (dua belas) bulan selama pelaksanaan program tersebut sebelum pekerja magang tersebut benar-benar diangkat sebagai karyawan kontrak atau karyawan tetap.

Kesan bahwa program pemagangan sebagai strategi pengusaha untuk mendapatkan “labor cost efficiency” harus diantisipasi dan diberikan penjelasan secara gambling oleh Pemerintah, agar tidak menjadi bias dan mendapatkan tanggapan negative dari Serikat Pekerja.

Lebih dalam, penulis juga belum menemukan bahwa peserta magang dapat menjadi pekerja tetap setelah melewati proses pemagangan. Jika adanya jaring pengaman berupa perjanjian pemagangan yang dibuat oleh penyelenggara pemagangan dan peserta pemagangan, isi yang diperjanjikan hanya meliputi hak, kewajiban, besaran uang saku dan bentuk program pemagangan.

Kegaduhan program tersebut harus segera diselesaikan dengan cara menyamakan persepsi melalui dialog sosial antara Pemerintah, unsur Pengusaha atau pemberi kerja dan Serikat Pekerja. Merujuk pada kasus ketenagakerjaan, penafsiran dan pemahaman suatu aturan antar pihak selalu menemui titik perbedaan cukup tinggi. Sehingga berujung pada kemunculan eskalasi konflik antara Serikat Pekerja dan Pengusaha yang harus diselesaikan melalui tahapan-tahapan Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Pengadilan PHI bahkan Kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT 20% MENGHINA AKAL SEHAT PUBLIK Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik Berkeadilan)

MENTALITAS & BUDAYA PENEGAKKAN HUKUM BERKEADILAN Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sospol, Hukum & Ketenagakerjaan)

DILEMMA KEKUASAAN EKSEKUTIF: POLITIK AKOMODATIF VS POLITIK OPOSISI Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)