Corona, Dunia Industri & PHK Oleh Yosminaldi, SH.MM (Ketua Umum ASPHRI & Pengamat Ketenagakerjaan)
Wabah virus Corona telah mengubah
tatanan kehidupan manusia. Mulai dari kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, industri,
pariwisata, transportasi hingga penggunaan internet dan teknologi. Salah satu
yang menjadi perhatian adalah sektor industri. Imbas dari pandemi virus Corona
telah membuat aktivitas dunia industri terganggu, karena berkurangnya pasokan
bahan baku produksi, sampai pengurangan jumlah jam kerja bahkan pemutusan
hubungan kerja.
Kondisi sektor
industri dinilai paling terpuruk selama pandemi Covid-19 yang terjadi di
Indonesia. Terutama bagi perusahaan atau industri yang berbasis ekspor impor
karena kekurangan pasokan. Hal tersebut disebabkan adanya kebijakan pemerintah
yang melarang perusahaan untuk melakukan kegiatan ekspor impor untuk sementara
waktu. Wabah virus corona yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak
negatif, khususnya kepada dunia industri.
Salah satunya terjadi penurunan penjualan produk yang ada di sebagian
perusahaan. Sebab saat ini pemerintah melakukan pembatasan baik untuk kunjungan
tamu maupun pengiriman barang dari dalam dan luar negeri.
Mengutip
Kompas.com (10 Mei 2020), pertumbuhan year-on-year, sumber pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan 1-2020 terbesar pada sektor informasi dan komunikasi
sebesar 0,53 persen. Hal ini dikarenakan adanya anjuran untuk tidak keluar
rumah, maka banyak orang mengakses pekerjaan, hiburan dan pendidikan melalui
teknologi informasi.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia pada Triwulan I-2020 juga turun drastis hanya sejumlah 2,61 juta
kunjungan, berkurang 34,9 persen bila dibanding tahun lalu. Penyebabnya adanya
larangan penerbangan antar negara yang mulai diberlakukan pada pertengahan
Februari 2020. Jumlah penumpang angkutan rel dan udara juga tumbuh negatif
seiring dengan diberlakukannya PSBB.
Dampak
wabah Covid-19 kepada perekonomian dunia juga sangat dahsyat. Pada triwulan
pertama 2020 ini pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang Indonesia
tumbuh negatif: Singapura -2.2, Hongkong -8,9, Uni Eropa -2,7 dan China
mengalami penurunan sampai minus 6,8. Beberapa negara masih tumbuh positif,
namun menurun bila dibanding dengan kuartal sebelumnya. Amerika Serikat turun
dari 2,3 menjadi 0,3, Korea Selatan dari 2,3 menjadi 1,3 dan Vietnam dari 6,8
menjadi 3,8.
Indonesia
mengalami kontraksi yang cukup dalam dari 4,97 di kuartal 4 tahun 2019 menjadi
tumbuh hanya 2,97 pada kuartal pertama 2020 ini. Kontraksi yang cukup dalam
pada kuartal 1 di Indonesia ini diluar perkiraan mengingat pengaturan physical
distancing dan PSBB mulai diberlakukan pada awal bulan April 2020.
Ancaman
Gelombang PHK Massal
Ancaman (PHK) sudah pasti akan menjadi
tantangan bagi dunia industri, khususnya pekerja Indonesia. Hal yang sama, juga
pasti terjadi di negara lain. Hal tersebut dikarenakan oleh lesunya kegiatan
ekonomi akibat pandemi corona yang sudah terjadi sejak awal 2020 lalu.
Kita belum tahu pasti, kapan pandemi covid-19
ini akan berakhir. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) sebagaimana
dikutip dari liputan6.com, 81 persen dari tenaga kerja global yang berjumlah
3,3 miliar, atau 2,67 miliar saat ini terkena dampak penutupan tempat kerja.
Sungguh suatu ancaman bencana global yang luar biasa.
ILO memperkirakan, krisis virus corona
pada kuartal II-2020 dapat mengurangi 6,7 persen jam kerja di tingkat global,
atau setara dengan 195 juta pekerja penuh waktu. Bahkan menurut ILO, wabah
virus corona merupakan krisis global terburuk sejak Perang Dunia II.
Berdasarkan studi terbaru ILO, sebanyak
1,25 miliar pekerja yang berada di sektor paling terdampak tersebut berisiko
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan upah serta jam kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut, banyak dilakukan kepada pekerjaan2
dengan upah & ketrampilan rendah, yang tentu saja akan merusak tatanan
kehidupan & masa depan pekerja terkait.
Berdasarkan data dari Kementerian
Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI per 27 Mei 2020, pandemi virus corona telah
mengakibatkan dampak serius di sektor ketenagakerjaan Indonesia, dimana telah
tercatat 1.792.108 juta buruh di Indonesia dirumahkan atau terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) mencatat jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
dan dirumahkan di tengah pandemi sejauh ini mencapai 7 juta orang. Adapun
jumlah pekerja yang dirumahkan lebih banyak dibanding pekerja yang di-PHK.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
diharapkan sebagai upaya terakhir dalam menghadapi dampak corona saat ini. Ada
beberapa cara sebelum melakukan PHK, misalnya mengurangi shift kerja, jam
kerja, hari kerja, dan meliburkan atau merumahkan pekerja untuk sementara
waktu.
Situasi krisis saat ini bisa jadi
membuat pengusaha tidak punya pilihan lain selain melakukan PHK karena mereka
harus menekan biaya operasional besar-besaran.
Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sudah menegaskan bahwa PHK seharusnya menjadi langkah
terakhir yang ditempuh. Sebelum melakukan PHK, UU Ketenagakerjaan mengatur
bagaimana pengusaha, buruh, serikat buruh, dan pemerintah harus bekerja sama
agar tidak terjadi PHK.
Pengusaha, Pekerja, Serikat Pekerja, dan
Pemerintah harus mampu menjalin kerja sama yang baik dalam mengantisipasi
terjadinya PHK.
Ada beberapa Langkah yang bisa dilakukan
untuk menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK):
Pertama, lakukan dialog dua arah atau
bipartit.
Pengusaha dan Pekerja bersama dengan Serikat
Pekerja perlu melakukan dialog secara transparan sejak dini dalam
mengantisipasi kondisi ketenagakerjaan akibat pandemi COVID-19 ini. Perusahaan
yang karena sifat industrinya mengharuskan kehadiran pekerja maka harus
mengatur sistem kerja dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.
Dialog bipartit juga perlu membahas
antisipasi terhadap kondisi terburuk hubungan kerja di antara mereka seperti
efisiensi, pengaturan jam kerja, dan pembagian kerja. Dialog menjadi pintu
utama membangun pemahaman bersama menghadapi dampak pandemi COVID-19 baik bagi
perusahaan maupun pekerja.
Kedua, susun kebijakan ketenagakerjaan
dalam situasi pandemi COVID-19.
Kebijakan ini harus merespons setiap
perubahan yang terjadi akibat pandemi COVID-19 terhadap sistem kerja karyawan.
Perubahan tersebut meliputi penerapan sistem bekerja dari rumah, social
distancing, pembatasan sarana transportasi umum, dan lockdown terbatas yang
saat ini sudah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Ketenagakerjaan harus aktif dalam memberikan informasi kebijakan untuk bekerja
dan melakukan tinjauan kebijakan secara berkala. Kebijakan yang bisa diterapkan
misalnya kebijakan pengurangan hari dan jam kerja, meliburkan/merumahkan
pekerja, dan sebagainya.
Ketiga, lakukan dialog tiga arah
(tripartit) antara Pengusaha, Pekerja/Serikat Pekerja dan Pemerintah.
Paralel dengan pemberian paket insentif
bagi pengusaha dan pekerja, dalam situasi yang sulit ini pemerintah juga harus
menjadi pihak yang mampu menengahi dialog antara pengusaha dengan pekerja dan
serikat pekerja baik untuk mencegah terjadinya PHK. Peran pemerintah dapat
diupayakan sebagai penengah mencari solusi yang disepakati kedua pihak terutama
terkait pemenuhan hak-hak pekerja, apabila PHK tidak terhindarkan.
Pembentukan semacam Satuan Tugas
Penanganan PHK (Satgas PHK) adalah sebuah respon paling antisipatif dalam
menyelesaikan permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak dini.
Peran
serta Pemerintah
Pandemi corona sangat berdampak pada
sektor dunia industri, khususnya ketenagakerjaan. Kita berharap agar Pemerintah
bisa lebih pro-aktif dalam menyiapkan program-program bagi pekerja yang
dirumahkan, ataupun pekerja yang mengalami PHK, agar mereka bisa setidaknya
bertahan, khususnya dalam ketahanan pangan keluarga menjelang mereka Kembali
mendapatkan pekerjaan.
Perubahan skema kartu Prakerja menjadi
insentif dalam bentuk social security atau jaring pengaman sosial
dinilai sebuah terobosan bagus. Namun, dikarenakan nilai uang bantuan sosial
tersebut masih relatif kecil dan belum bisa mendukung sistem ketahanan pangan
dan kehidupan keluarga pekerja, maka diperlukan terobosan-terobosan lebih
komprehensif dengan mencari masukan dan saran-saran dari pihak-pihak atau
Lembaga yang terkait dengan kepedulian kepada kehidupan dan masa depan pekerja.
Terkait dengan peran dalam membantu dan
meringankan dunia industri, khususnya antisipasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
Pemerintah sudah menerbitkan paket insentif bagi pengusaha seperti pembebasan
atau pengurangan pembayaran pajak dan hibah anggaran untuk sektor usaha kecil.
Disamping itu Pemerintah sendiri berencana akan memberikan stimulus sebesar Rp
2 triliun untuk meningkatkan daya beli pelaku koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM). Masih ditambah lagi, insentif sosial juga disiapkan oleh
pemerintah bagi pekerja yang terkena PHK atau tidak dapat bekerja seperti
pekerja sektor non formal. Insentif ini berbentuk bantuan langsung dan potongan
biaya untuk kebutuhan fasilitas yang disediakan pemerintah (listrik dan air).
Kebijakan ini perlu dipastikan realisasi dan dipantau agar tepat sasaran.
Tugas pemerintah dan kita semua dalam
menyelesaikan pandemi corona ini masih panjang. Keselamatan rakyat dan usaha-usaha
menekan penyebaran virus menjadi fokus utama kita saat ini. Kita berharap
pandemi corona ini bisa segera teratasi dengan tuntas, sehingga pemerintah
dengan dukungan semua pihak bisa segera memulihkan ekonomi sebagaimana
mestinya. Semoga.
Bekasi,
07 Juni 2020
Komentar
Posting Komentar