BUDAYA SILATURRAHIM & HALAL BIHALAL Oleh: Yosminaldi, SH. MM - Ketua FK-HR EJIP - Praktisi Senior HRD - yosminaldi@ejip.co.id
Secara harfiah, silaturrahim berarti menghubungkan kasih sayang.
Hubungan kasih sayang yang sarat dengan nilai-nilai persaudaraan,
kesetiakawanan, dan saling mengasihi baik antara sesama kaum muslim maupun
antara kaum muslim dengan non-muslim. Hubungan itu tak jarang rusak akibat ulah
dan tindakan kita sendiri. Karena itulah, dalam bulan Ramadhan dan rangkaian
sesudahnya, yakni Idul Fitri, kita dianjurkan menjalin kembali dan mempererat
tali silaturrahim dengan saling maaf-memaafkan satu sama lain.
Momentum seusai Idul Fitri menjadi sangat tepat dengan hadirnya
apa yang biasa kita sebut sebagai 'halal bihalal', yakni suatu forum yang
secara substantif sesungguhnya sangat baik dan mulia bagi perekatan dan wahana
membangun persaudaraan satu dengan lainnya. Jadi, sebagai sebuah wahana, antara
silaturrahim dan halal bihalal saling melengkapi. Yang satu menghalalkan kepada
yang lain dalam hal-hal yang baik tentunya, di mana puncak halal itu ya saling
memaafkan. Sebaliknya, kita juga akan mendapatkan banyak manfaat dengan
hadirnya forum tersebut, khususnya bila kita kaitkan dengan kondisi
sosio-kultural saat ini.
Dalam kondisi krisis multidimensi saat ini, halal bihalal maupun
silaturrahim bisa menjadi alternatif solusi.
Bangsa kita sekarang ini sudah diluar kendali. Artinya, apa yang
terjadi saat ini disebabkan hilangnya disorientasi, yakni pemerintah
menjalankan pemerintahannya tanpa orientasi yang jelas, sementara rakyat
terpenjara dalam kubang krisis dan tidak mendapatkan orientasi yang jelas dari
pemerintah yang mereka percaya melalui pemilu itu.
Disorientasi inilah yang sebenarnya sangat mengancam jalannya kita
sebagai bangsa ke depan, apakah masih mampu “survive” secara wajar atau hanya
menjadi bangsa dan negara yang terus terjerat dalam kubang krisis. Karena
itulah silaturrahim dan halal bihalal menjadi sangat relevan, bahkan dapat
menjadi stimulus bagi penyelesaian suatu masalah.
Substansi silaturrahim itu jelas ditegaskan dalam beberapa ayat
Alquran dan Hadis Rasulullah. Bila halal bihalal, itu hanya istilah saja. Makna
dan substansinya sama dengan anjuran atau nilai-nilai silaturrahim. Dasar
silaturrahim itu misalnya dapat kita temukan dalam surat An-Nisaa' ayat 1,
dengan penegasan kalimat arham, yang menjadi kata dasar silaturrahim. Firman
Allah SWT: ''Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kerabat.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.'' (An-Nisaa': 1) Juga
dalam ayat yang menyebutkan, ''...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada...'' (QS: 24: 22), serta, ''Jika kamu menyatakan kebaikan atau
menyembunyikannya atau memaafkan kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.'' (QS: 4: 149). Hadis Nabi juga banyak
mengajarkan pentingnya silaturrahim.
Jadi, jelas silaturrahim dan halal bihalal adalah bagian dari
perintah agama. Rasulullah sendiri telah memberi contoh bagaimana pentingnya
silaturrahim itu kepada para sahabat. Beliau tak hanya menunggu didatangi, tapi
bahkan Rasul terlihat sering mendatangi, menjalin silaturrahim baik dengan
sesama umat Islam maupun dengan umat agama lain.
Sebagai sebuah tradisi, halal bihalal hanya ada di Indonesia.
Secara keseluruhan, perayaan Idul Fitri memang kita rasakan keberadaannya di
Indonesia. Kita tidak menemukan,
khususnya di negara-negara Timur Tengah, adanya perayaan ini. Bagi banyak
negara di dunia Arab, justru menjadikan
Hari Raya Qurban (Idul Adha) sebagai hari raya yang lebih besar ketimbang Idul
Fitri. Perayaannya sangat meriah justru di saat Idul Adha (Qurban) itu.
Peristiwa
lebaran menjadi puncak saling silaturrahim itu, yang disebut halal bihalal.
Kita harus kembali kepada makna hakiki dari silaturrahim dan halal
bihalal itu sendiri. Memang harus diakui, selama ini halal bihalal lebih
bersifat seremonial, sekalipun tidak menafikkan perayaan yang demikian juga
mencerminkan syiar agama yang cukup baik. Hanya saja, agar lebih maknawi,
pesan-pesan dari nilai spiritual halal bihalal itu yang mestinya mendapat
prioritas pemahaman, sehingga akan menjadi landasan dalam setiap tindakan dan sikap
kita. Selamat Idul Fitri 1438 – Mohon Maaf Lahir & Bathin.
Komentar
Posting Komentar