JANICE, ROY, PURBAYA & NASIONALISME KITA Penulis; Dr. Yosminaldi, SH.MM

 "Obat yang pertama untuk sebuah negara yang berantakan adalah inflasi mata uang, yang kedua adalah perang. Kedua hal tersebut membawa kesejahteraan yang sementara dan memberikan kehancuran selamanya. Tapi keduanya adalah perlindungan dari oportunis politik dan ekonomi." - Ernest Hemingway

    Hari2 kita dalam beberapa bulan terakhir "dikagetkan" dengan berita2 positif  yang mampu memantik emosi nasionalisme. Dimulai dari perjuangan tanpa lelah Roy Suryo Cs dalam menegakkan kebenaran ilmiah terkait kasus Ijazah Jokowi, perjuangan dan prestasi spektakuler Petenis Janice Tjen meraih Juara WTA level 250, sampai kemunculan Purbaya yang menghebohkan jagat raya politik Indonesia dengan sejumlah gebrakan dan kebijakan2nya.

    Sudah tentu banyak anak2 bangsa yang lain memiliki prestasi hebat dan tak bisa disebutkan semuanya dalam tulisan ini. Namun ketiga sosok diatas, sudah cukup mewakili anak2 bangsa yang hebat dalam menunjukkan integritas dan profesionalisme sesuai keahlian masing2. Artinya, negeri ini memiliki banyak "talent" yang mampu menjadi "motor" dalam menanamkan jiwa nasionalisme kepada rakyat Indonesia. 

    Kita mulai ulas dari Janice Tjen. Dia punya cerita unik. Awalnya Janice hanya bermain tenis untuk mengisi waktu luang. Namun ternyata, ia malah jadi atlet profesional yang mampu tampil menggebrak di ajang tenis bergengsi, US Open.

    Nama Janice Tjen banyak dibicarakan setelah ia mampu melaju ke babak kedua US Open 2025. Bagi Janice, pencapaian itu sudah membuatnya selevel dengan nana-nama petenis beken Indonesia terdahulu seperti Yayuk Basuki, Wynne Prakusya, dan Angelique Widjaja. 

    Info terkini, ranking Janice tjen setelah menjuarai Turnamen Chennai Open 250 berada di posisi 82. Di usia yang masih relatif muda, sangat terbuka lebar jalan bagi Janice meraih ranking tertinggi dalam dunia tenis internasional. 

    Kedua tentang "perjuangan" Roy Suryo CS. Dengan keberanian bahkan kenekatan, mereka terus melaju dengan menunjukkan data dan fakta2 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademis, terkait pengungkapan kasus Ijazah Jokowi di depan publik. 

    Walaupun menghadapi gelombang "panas" penolakan dan adu argumentasi ngotot dengan suara keras dari penentangnya serta proses hukum sebagaimana layaknya,  Roy, Tifa dan Rismon maju tak gentar menegakkan kebenaran yang mereka yakini sampai waktu yang kita tak bisa diperkirakan kapan akan selesai.

    Ketiga, tentang Purbaya Yudhi Sadewa. Setelah dilantik Presiden menjadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Purbaya langsung "tancap gas". Beliau tanpa butuh banyak waktu untuk mempelajari sistem dan manajemen keuangan negara, langsung membuat kebijakan2 kontroversial dan pro rakyat. 

    Sejumlah gebrakan Purbaya sebagai Menteri Keuangan meliputi penempatan dana Rp200 triliun ke bank Himbara untuk likuiditas, kebijakan cukai rokok tidak naik di tahun 2026, dan intensifikasi penagihan tunggakan pajak besar. Ia juga akan menarik anggaran kementerian yang tidak terserap optimal dan menaikkan anggaran transfer ke daerah. Kebijakan lainnya termasuk perpanjangan insentif PPh Final UMKM, perangi rokok dan tekstil ilegal, serta membenahi sistem Coretax. Terakhir, Purbaya menolak tegas utang kasus "Whoosh" dibayar dengan APBN. 

    Khusus kemunculan sosok Purbaya di Pemerintahan dengan kebijakan2 yang "anti mainstream"nya, memperlihatkan bangsa ini masih memiliki "segudang" anak bangsa yang berani, berintegritas & profesional. Tentu saja gebrakan dan kebijakan2 Purbaya tersebut, banyak menimbulkan resistensi, khususnya kaum mafia penyelundupan, mafia koruptor, mafia pajak dan mafia2 lainnya yg merugikan keuangan negara.

    Lantas, pelajaran dan pembelajaran apa yang bisa kita ambil dari ketiga tokoh diatas dengan kiprahnya masing2?

NASIONALISME BERINTEGRITAS

    Menurut para ahli, nasionalisme dan integritas profesional saling terkait erat, di mana nasionalisme menjadi landasan moral dan etika bagi para profesional untuk bertindak penuh integritas demi kepentingan bangsa dan negara. 
    
    Mengutip pendapat Ernest Renan dalam konsep nasionalisme pada pidatonya yang berjudul "Qu'est-ce qu'une nation?" (Apa itu Bangsa?) pada tanggal 11 Maret 1882, adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara. Dalam konteks profesi, ini berarti adanya keinginan kolektif di antara para profesional untuk bersatu padu memajukan negara melalui bidang keahlian masing-masing.

    Terkait dengan Integritas, Stephen Covey melalui bukunya "7 Habits of Highly Effective People" yang diterbitkan pada tahun 1989, menerjemahkan sebagai kemampuan untuk menyelaraskan tindakan, nilai, dan komitmen, bahkan ketika menghadapi tantangan. Dalam profesi, ini berarti konsistensi antara ucapan, keyakinan, dan perbuatan sehari-hari, berpegang teguh pada prinsip etika profesi.

    Jika kita simpulkan dalam kesatuan makna yang terintegrasi, maka arti Nasionalisme Berintegritas meliputi keinginan kolektif para profesional untuk memajukan negara melalui bidang keahlian masing-masing serta menyelaraskan tindakan, nilai dan komitmen dalam menghadapi tantangan, dengan berpegang teguh pada prinsip2 etika profesi.

    Dari uraian dan catatan diatas, sesungguhnya bangsa ini tidak memiliki kekurangan SDM Hebat, Profesional, Berintegritas dan Nasionalis. Yang kurang itu adalah pemberian kesempatan secara sistematis, terstruktur dan masih kepada mereka untuk bisa berziarah sesuai profesi, ketrampilan dan keahlian secara mandiri, independen dan profesional dalam memajukan bangsa dan negara. 

    Artinya, atmosfer profesionalisme, integritas dan kemandirian harus benar2 disiapkan oleh Pemerintah. Kepentingan2 politik adalah lumrah dalam sebuah negara Demokrasi. Namun, dibutuhkan komitmen dan niat baik (political will) dari Penguasa, khususnya "the ruling class" untuk lebih memberikan kesempatan dan peluang kepada SDM2 Indonesia yang berpotensi untuk ikut secara pro-aktif meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memajukan bangsa, tanpa intervensi kepentingan politik yang lebih mengutamakan keberlangsungan kekuasaan! 

Bekasi, 03 November 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PT 20% MENGHINA AKAL SEHAT PUBLIK Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik Berkeadilan)

MENTALITAS & BUDAYA PENEGAKKAN HUKUM BERKEADILAN Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sospol, Hukum & Ketenagakerjaan)

DILEMMA KEKUASAAN EKSEKUTIF: POLITIK AKOMODATIF VS POLITIK OPOSISI Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Politik, Demokrasi & Hukum)