HIDUP INI HANYA SEKALI, SETELAH ITU MATI Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial dan Kemanusiaan)
Tuhan menciptakan manusia berbeda ras, suku, agama dan golongan, agar mereka semua saling mengenal dan saling melengkapi kekurangan masing2. Hal ini jelas sekali ditegaskan dalam Firman Allah Swt di Al Qur'an sebagai berikut:
"Aku ciptakan Manusia dalam keadaan berbeda-beda agar mereka saling mengenal" (QS. Al Hujurat : 13).
Bisa dibayangkan, jika semua makhluk hidup di alam semesta ini hanya seragam dan tak ada perbedaan. Semua menjadi monoton dan tak menginspirasi manusia untuk berfikir. Justru dengan keberagaman yang begitu banyak, menunjukkan kebesaran Tuhan sang Maha Pencipta untuk mendorong Manusia berfikir dan memberdayakan anugerah akal yang diberikan Tuhan.
Tak akan ada kehidupan di alam semesta, jika tak ada zat maha besar yang menciptakannya. Itulah Allah Swt sang Maha Pencipta dan Maha segala-galanya. Hanya manusia yang berfikir rasional yang bisa meyakini dan mempercayai adanya Allah Swt. Tak mungkin semua yang ada di alam semesta tercipta dengan berbagai wujud, rupa, warna dan keindahan tanpa ada Sang Pencipta yang luar biasa.
Kembali ke Manusia, Tuhan menciptakan Manusia sebagai Khalifah di bumi. Artinya, Manusia diberikan tugas, tanggungjawab dan amanah untuk "menguasai dan mengelola" alam semesta dan seisinya sebaik-baiknya.
Beragam makhluk hidup diciptakan Tuhan di bumi ini, namun hanya Manusia yang diberikan akal dan fikiran. Artinya, Manusia memang diberikan amanah luhur dan mulia oleh Tuhan untuk menggunakan dan memanfaatkan akal serta fikiran yang dianugerahkan tersebut untuk semaksimal dan seoptimal mungkin. Tujuannya tak lain adalah untuk kemaslahatan bagi seluruh makhluk hidup di alam semesta.
Namun sayangnya, Manusia suka lupa, bahwa anugerah akal dan fikiran lebih banyak tanpa kendali hati dan nurani sebagai alat kontrol. Begitu juga dengan kendali penggunaan akal yang terlalu jauh dari nilai2 kemanusiaan dan religi, justru membuat banyak kerusakan di muka bumi.
Sebaliknya, penggunaan hati, nurani dan hawa nafsu yang terlalu berlebih alias "lebay" tanpa dikendalikan akal serta fikiran yang sehat, membuat karakter manusia tak lebih sama dengan kelakuan kaum hewani.
PEMIMPIN & KEMASLAHATAN
Hidup itu sebentar. Hidup itu sebuah misteri dan hidup itu anugerah Tuhan. Manusia, dengan akal dan fikirannya, selalu "mencari keberadaan Tuhan". Tuhan selalu menjadi misteri dalam fikiran manusia. Makanya, Agama adalah sarana manusia untuk melakukan "pencarian Tuhan".
Manusia tak akan pernah mampu memikirkan sesuatu yang metafisik. Manusia tahu dan sadar, ada sesuatu yang tak berwujud, namun hanya bisa "terasakan". Agama menjadi jawabannya.
Kemampuan nalar manusia terbatas. Manusia selalu hanya bisa meraba, menerka dan bahkan berasumsi tentang kehidupan sesudah mati melalui pilar Agama. Walhasil semua yang hidup, akan selalu berujung kepada satu titik takdir yang dinamakan kematian. Hal ini selalu berulang dan tetap menjadi ritual yang dilakukan oleh manusia lain dalam "pencarian Tuhan".
Sering kita mendengar "Kiamat sudah dekat". Jargon ini berulang disentak sejak ber-abad2 lalu. Namun, Sang Kiamat belum menjemput kematian dan kehancuran, sang manusia sudah lebih dulu mati ditelan bumi. Artinya, tak seorangpun tahu apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Semua serba misteri.
Melakukan perbuatan baik dan benar adalah sebuah keniscayaan dalam hidup. Kebaikan dan kebenaran adalah nilai2 universal. Tak hanya menjadi bagian dari nurani dan jiwa kemanusiaan, tapi juga menjadi bagian ajaran agama manapun di dunia.
Kejahatan dan kezoliman yang dilakukan terhadap makhluk lain, apalagi kepada sesama manusia yang diciptakan sebagai manusia mulia oleh Tuhan, akan langsung mendapatkan ganjaran setimpal semasa hidup. Itulah hukum Tuhan. Tak perlu menunggu setelah kematian.
Perbuatan baik akan mendapatkan ganjaran kebaikan pula. Sering manusia lupa dan tak sadar, Tuhan telah banyak memberikan banyak ganjaran setimpal dalam kehidupan mereka.
Bagi kaum Penguasa dan Pemimpin yang mendapatkan amanah dan kepercayaan rakyat, tentu saja tanggungjawab yang diemban sangat besar. Amanah dan kepercayaan adalah juga amanah Tuhan. Kehidupan secara tak langsung sudah digariskan dan ditakdirkan sang Maha Pencipta.
Penerima amanah alias Para Pemimpin ini dituntut untuk melakukan sesuatu yang memberikan kemaslahatan untuk orang banyak. Pemimpin yang menyia-nyikan, melalaikan bahkan menzolimi pemberi amanah atau rakyat, akan menerima langsung ganjaran karma dalam wujud dan bentuk apapun tanpa diduga sebelumnya. Hal ini sudah sering dan jamak terjadi dalam kehidupan manusia.
Parahnya, mereka tak pernah mau sadar. Mereka jarang melakukan introspeksi diri. Hati nurani jahat, zolim dan hawa nafsu yang berkelindan kuat dalam jiwa mereka, sudah menyelimuti kalbu kemanusiaan yang suci, luhur dan mulia.
Hidup ini hanya sebentar. Hidup ini hanya sekali, sesudah itu mati. Adalah sebuah keniscayaan, jika Para Pemimpin selalu memberikan contoh dalam laku kebaikan dan kebenaran yang memberikan kemaslahatan untuk semua orang.
Ibarat peribahasa: “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama". Seorang manusia setelah meninggal, terutama diingat jasa-jasanya atau kesalahan-kesalahannya
Perbuatan baik maupun buruk semasa hidup, akan tetap dikenal meskipun seseorang sudah mati. Nama baik itu lebih berharga daripada harta, karena disaat seseorang wafat, nama baik lah yang akan selalu dikenang.
Jika Kehidupannya penuh dengan perbuatan buruk dan zolim, nama buruk/belang-nya lah yang terlihat atau terungkap pada saat kematian.
Jadi, disaat hidup ingatlah mati, disaat sehat ingatlah sakit, disaat kaya ingatlah miskin dan disaat berkuasa ingatlah akan ada waktunya nanti kembali menjadi rakyat biasa yang tak punya kuasa apa2. Nasihat dan pesan diatas, semoga memberikan efek getaran jiwa bagi kita semua, khususnya Para Pemimpin Negeri tercinta Indonesia.
"Tidak ada orang suci tanpa masa lalu, tidak ada orang berdosa tanpa masa depan.” - Augustine
Bekasi, 08 Oktober 2023
Komentar
Posting Komentar