DILEMA UPAH MINIMUM DALAM PUSARAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA (HIP) Oleh: Yosminaldi, SH. MM (Mahasiswa Doktoral MSDM Univ. Negeri Jakarta) Ketua Umum FK-HR EJIP, ASPHRI, Praktisi Senior & Konsultan MSDM & Hubungan Industrial
Kebijakan upah minimum, pada
prinsipnya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja,
khususnya kepada pekerja yang baru (pekerja pemula) dalam memulai “dunia baru”,
yaitu dunia kerja yang jauh berbeda dengan dunia pendidikan.
Di beberapa negara maju dan negara
berkembang, isu upah minimum tetap menjadi isu sentral & rutin yang cukup
“mengganggu” sistem dan mekanisme hubungan industrial. Tujuan diadakannya sistem dan kebijakan upah
minimum adalah, untuk menutupi kehidupan dan “pembiayaan minimum” karyawan
bersama keluarganya. Artinnya, tujuan kebijakan upah minimum tersebut bisa
menjamin penghasilan pekerja, sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat
tertentu, meningkatkan produktifitas kerja dan mengembangkan serta meningkatkan
bisnis perusahaan agar lebih efisien.
Kebijakan dan sistem upah minimum di
Indonesia, pertama kali diimplementasikan pada awal dasa warsa 70an (Suharyadi,
2003). Penerapan sistem dan kebijakan upah minimum di era tahun 70an tersebut, tidak
terlaksana secara baik dan efektif, karena masih kurangnya perhatian dan kontrol
pemerintah dalam implementasinya. Justeru Pemerintah mulai lebih fokus dan
memberikan perhatian pada kebijakan upah minimum tersebut pada era 80an,
dikarenakan adanya tekanan dari dunia internasional, terkait dengan isu pelanggaran
standar ketenagakerjaan yang mulai marak terjadi di Indonesia.
Mengutip survey Gall 1998 dan
Suharyadi 2003, sebuah organisasi perdagangan di AS (AFL-CIO) bersama sejumlah
aktivis HAM mengajukan keberatan terhadap sebuah perusahaan multinasional
Amerika Serikat yang beroperasi di Indonesia, telah memberikan upah yang sangat
rendah dan kondisi pekerjaan dibawah standar. Hal tersebut cukup “menampar”
muka Pemerintah RI, yang ujung-ujungnya Pemerintah Indonesia memberikan
perhatian yang lebih kepada sistem dan kebijakan upah minimum, dengan menaikkan
upah minimum sampai tiga kali lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat
dalam nilai riil).
Sistem dan kebijakan upah minimum
pada awalnya ditetapkan berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Namun untuk
selanjutnya, kebijakan upah minimum mengacu kepada perhitungan biaya Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM), Indeks Harga Konsumen (IHK), tingkat upah minimum antar
daerah, kemampuan, pertumbuhan dan keberlangsungan bisnis perusahaan, kondisi
pasar kerja dan pertumbuhan ekonomi & pendapatan per kapita. Selanjutnya mengacu kepada Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) dan sampai saat ini kebijakan dan sistem upah minimum Indonesia
mengacu kepada PP No. 78 tahun 2015.
Berdasarkan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945,
disebutkan secara jelas bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Namun disisi lain, dalam penetapan upah minimum, harus
juga mempertimbangkan dan memperhatikan produktifitas dan keberlangsungan
bisnis perusahaan pada khususnya dan ekonomi nasional pada umumnnya. Artinya,
kebijakan upah minimum, jangan sampai berdampak kepada keberlangsung sistem
perekonomian nasional yang ditopang oleh sektor rill yang menjadi tumpuan utama
dalam penyerapan tenaga kerja.
Upah Minimum yang berkeadilan
Persoalan upah, tidak dapat terlepas
dari prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan. Sistem upah dipersepsikan oleh
pekerja selalu dengan keadilan. Karena upah merupakan sarana dalam pencapaian
kesejahteraan. Keadilan dalam pengupahan ini tidak semata mata berkaitan dengan
besarnya jumlah yang diterima, tetapi meliputi juga proses penentuan upah
tersebut yang juga harus memenuhi syarat keadilan, disamping syarat kelayakan. Disisi
lain, Pengusaha memiliki persepsi berbeda dalam pemberian upah kepada pekerja,
dimana dalam setiap pembayaran upah, harus memberikan imbal yang positif dalam
produktifitas kerja untuk kepentingan bisnis perusahaan secara keseluruhan.
Pentingnya upah sebagai unsur utama
dalam mencapai tujuan pembangunan Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang harmonis,
menjadikan intervensi negara sebagai sebuah keharusan dalam kebijakan dan sistem
pengupahan, karena diyakini bahwa melepaskan konstruksi upah kedalam mekanisme
pasar akan berakibat tidak tercapainya prinsip keadilan dan kelayakan dalam
pengupahan.
Oleh karena itu, kebijakan pengaturan
tentang Upah Minimum sebagai salah satu wujud intervensi negara dalam hubungan
kerja telah menjadi kebijakan strategis dalam sistem hukum ketenagakerjaan di
Indonesia.
Pembaharuan sistem hukum
ketenagakerjaan, khususnya dalam sistem dan kebijakan pengupahan, adalah sebuah keharusan dan sangat mendesak,
agar konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang berkeadilan bisa
memberikan kenyamanan bagi pekerja, meningkatkan produktifitas, serta memajukan
roda bisnis perusahaan yang berujung kepada peningkatan produktifitas nasional
secara keseluruhan.
Agenda dan jargon “upah murah” untuk
kepentingan investasi asing, harus segera diganti dengan model kesetaraan,
keadilan dan kebersamaan semua elemen tripartit dalam mencari solusi terbaik,
agar “kericuhan tahunan” tentang pro-kontra Upah Minimum bisa diselesaikan dan
dituntaskan secara komprehensif, tanpa merugikan salah satu pihak dalam elemen bipartit
yang menjadi “tokoh sentral” dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila (HIP).
Peran negara sebagai regulator sangat
dibutuhkan oleh Pekerja dan Pengusaha, karena “keberadaan negara” dalam
memerankan fungsinya secara professional, objektif & independen untuk
kepentingan nasional, akan memberikan dampak positif dalam keberlangsungan
implementasi sistem hubungan industrial pancasila yang sesuai dengan harapan
semua pihak. Anti keberpihakan, kemandirian dan objektifitas negara dalam
menyusun aturan, kebijakan dan sistem pengupahan nasional, akan semakin
memperkuat implementasi sistem Hubungan Industrial Pancasila (HIP) sebagaimana
dicita-citakan semua “stakeholder” dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Semoga
sistem dan kebijakan pengupahan yang berkeadilan, bisa terwujud dan memberikan
angin segar dalam dunia hubungan industrial Indonesia. Amien.
Memberikan wawasan yang luas kepada saya sendiri dan mungkin untuk banyak orang nantinya,dan memberikan maklumat maupun informasi baru bagi saya tentang umr,kebijakan kebijakannya,kebijakan pengaturan tentang Upah Minimum dll,pokoknya artikel ini rekomended dan bagus sekali untuk menambah wawasan keilmuan di bidang ekonomi....
BalasHapusMemberikan wawasan yang luas kepada saya sendiri dan mungkin untuk banyak orang nantinya,dan memberikan maklumat maupun informasi baru bagi saya tentang umr,kebijakan kebijakannya,kebijakan pengaturan tentang Upah Minimum dll,pokoknya artikel ini rekomended dan bagus sekali untuk menambah wawasan keilmuan di bidang ekonomi....
BalasHapus